Istri Pangeran Diponegoro yang ke-6

Dalam hal pernikahan, Pangeran Diponegoro menikah setidaknya dengan delapan wanita. Banyak buku yang menyebutkan jumlah isteri Pangeran Diponegoro ada tiga, empat atau tujuh. Penulis memahami penyebutan jumlah yang berbeda-beda tersebut. Ada banyak alasan atau penyebab yang memungkinkan kaburnya jumlah yang sebenarnya.
Pertama, penjajah yang pada saat itu sengaja mengaburkannya agar hubungan kekerabatan antara keturunan yang satu dengan yang lain terputus dengan harapan kecil kemungkinan mereka bersekutu.
Kedua, hubungan kekeluargaan Pangeran Diponegoro dengan istana sudah tidak harmonis sejak awal. Bahkan ketika Pangeran Diponegoro keluar dari puri Tegalrejo untuk melaksanakan perang dan mengangkat dirinya sebagai seorang Sultan di Dekso, dia dianggap sebagai orang yang melakukan makar baik oleh kerajaan Jogja maupun kerajaan Surakarta. Kerajaan Surakarta ikut tidak menyetujui pengangkatan itu karena Pangeran Diponegoro mengklaim tanah di wilayah Bagelen menjadi wilayah kekuasaannya. Hubungan yang tidak bagus itu menyebabkan kalangan istana memutuskan pula hubungan administrasi yang berkaitan dengan kekeluargaan.
Ketiga, memang merupakan strategi Pangeran Diponegoro untuk menyembunyikan identitas keluarganya agar tidak menjadi sasaran penjajah. Kehidupan Pangeran Diponegoro selepas dari puri Tegalrejo bagaikan daun yang tertiup angin, tidak pernah menetap di suatu lokasi berlama-lama. Hal ini mengakibatkan tidak mungkin selalu membawa serta anak-anak dan isteri-isterinya dalam medan perang. Cara yang paling baik adalah menitipkan isteri-isteri dan anak-anaknya kepada keluarga mertua atau dititipkan pada para sahabatnya atau meninggalkannya di masrkas prajurit. Ketika dalam penitipan itu tentunya ada semacam kekawatiran, sehingga mereka kadang harus berganti identitas.

Jumlah delapan isteri yang tertulis dibuku ini berdasarkan sumber buku-buku yang penulis baca di tambah dengan pengakuan keturunan Pangeran Diponegoro yang telah memiliki kekancingan silsilah dari Kerajaan Yogyakarta. Begitu juga jumlah putera beliau yang 22 orang berdasarkan literatur yang ada ditambah dengan silsilah yang ada di Tepas Darah Dalem Kraton Yogyakarta.

Dalam kehidupan Jawa pada jaman itu memiliki banyak isteri termasuk syarat untuk disebut sebagai lelaki sejati. Orang jawa memiliki kriteria tentang keberhasilan seorang laki-laki dengan beberapa hal yaitu : wisma (rumah), wanodya (wanita), curiga (keris), turangga(kuda) dan kukila (burung, yang dimaksud adalah perkutut).
Wisma atau rumah : seorang lelaki sangat tidak berdaya ketika dia tidak memiliki rumah tempat dia memberi naungan pada keluarga, tempat bercengkerama dengan anak dan isteri. Apa yang terjadi bila rahasia keluarganya dilihat oleh orang lain karena dia tidak memiliki tempat untuk menutup rahasia itu. Lalu apa bedanya dengan binatang , itulah salah satu ukuran keberhasilan. Sebagai seorang pewaris tunggal puri Tegalrejo, seharusnya Pangeran Diponegoro telah memiliki kriteria ini. Sebuah rumah besar dengan pekarangan yang luas akan sangat cukup untuk menaungi isteri-isteri dan anak-anaknya. Tetapi karena rumah tersebut telah dibakar habis oleh penjajah, maka terpaksa hidup berpindah-pindah dari hutan satu ke hutan lainnnya.
Wanodya atau wanita atau isteri. Laki-laki akan dikatakan berhasil bila dia memiliki isteri yang sempurna dalam banyak hal, dan ini mustahil karena setiap wanita mempunyai kelebihan dan kekurangan. Maka untuk menutupi kelemahan salah satu isterinya seorang laki-laki harus mempunyai isteri lain untuk menutupi kekurangan isteri yang lain atau untuk menyempurnakan yang sudah ada. Hal ini bisa juga kita artikan bahwa dengan banyak isteri maka seorang laki-laki akan memiliki banyak saudara, bisa juga memiliki banyak pengikut yang pada saat itu memang sangat diperlukan dalam peperangan. Bila dilihat asal-usul isteri-isteri Pangeran Diponegoro, hanya satu yang berasal dari kalangan istana, sedangkan yang lain adalah dari kalangan pesantren dan kalangan musuh penjajah. Hal ini menegaskan bahwa perkawinan Pangeran Diponegoro juga bertujuan untuk memperkuat barisan pengikut perjuangannya.
Curiga atau keris adalah lambang kesaktian. Seorang laki-laki harus bisa melindungi keluarganya dari marabahaya, sehingga keberadaan keris pusaka yang mempunyai tuah sakti sangat diperlukan .
Turangga atau kuda adalah lambang mobilitas laki-laki dalam melakukan aktifitas sehari-hari. Mungkin kalau sekarang bisa disamakan dengan sepeda motor ataupun mobil. Dalam kehidupan sebagai seorang panglima perang, Pangeran Diponegoro memiliki dua ekor kuda yaitu Kyai Gentayu adalah kuda Hitam dengan warna putih diujung keempat kakinya sedangkan Kyai Wijaya Krisna adalah Kuda putih mulus. Kyai Gentayu diperoleh dari hadiah eyangnya ketika dia dikhitan, seekor kuda yang dibeli dari pedagang Cina pemasok keperluan istana. Sedangkan Kuda Wijaya Krisna adalah kuda persilangan Kuda Sumbawa dengan kuda Eropa yang didapatnya dari peternakan kuda di Madiun milik kerabat trah Raden Ronggo.
Kukilo atau burung adalah hiburan dikala seseorang sedang diliputi rasa lelah setelah melakukan aktifitas. Suara burung terutama   perkutut   dipercaya bisa  memberikan  rasa tenteram, sekaligus dipercaya sebagai radar bila akan datang sebuah bahaya.
Maka pada tahun 1822 beliau menikah yang keenam dengan R.A. Retnaningsih, putri Raden Tumenggung Sumoprawiro, bupati Jipang Kepadhangan. Kelak R.A Retnaningsih inilah yang mengikuti Pangeran Diponegoro dalam pengasingan. Dari Raden Ayu Ratnaningsih ini lahirlah beberapa putera yaitu : Raden Mas Kindar (1832), Raden Mas Sarkuma (1834), Raden Mas Mutawaridin (1835), Raden Ayu Putri Munadima (1836), Raden Mas Dulkabli (1836), Raden Mas Rajab (1837) dan Raden Mas Ramaji (1838).

Raden Ayu Retnaningsih menghadap kedepan


Raden Ayu Retnaningsih menghadap perspektif


Raden Ayu Retnaningsih menghadap kesamping

Artikel terkait.

http://ikapadi.blogspot.co.id/2015/04/isteri-isteri-pangeran-diponegoro.html

Sultan Hasanuddin

Sultan Hasanuddin (lahir di GorontaloSulawesi Utara12 Januari 1631 – meninggal di MakassarSulawesi Selatan12 Juni 1670 pada umur 39 tahun) adalah Raja Gowake-16 dan pahlawan nasional Indonesia yang terlahir dengan nama I Mallombasi Muhammad Bakir Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangape sebagai nama pemberian dari Qadi Islam Kesultanan Gowa yakni Syeikh Sayyid Jalaludin bin Muhammad Bafaqih Al-Aidid, seorang mursyid tarekat Baharunnur Baalwy Sulawesi Selatan sekaligus guru tarekat dari Syeikh Yusuf dan Sultan Hasanuddin. Setelah menaiki Tahta sebagai Sultan, ia mendapat tambahan gelar Sultan Hasanuddin Tumenanga Ri Balla Pangkana, hanya saja lebih dikenal dengan Sultan Hasanuddin saja. Karena keberaniannya, ia dijuluki De Haantjes van Het Osten oleh Belanda yang artinya Ayam Jantan/Jago dari Timur. Ia dimakamkan di KatangkaKabupaten Gowa. Ia diangkat sebagai Pahlawan Nasional dengan Surat Keputusan Presiden No. 087/TK/1973, tanggal 6 November1973.[1] Nominal seratus repes

Sejarah-sejarahnya Sultan Hasanuddin di Makassar, Pantai Losari[sunting | sunting sumber]

Makam Sultan Hasanuddin di Sungguminasa Sultan Hasanuddin lahir di Gorontalo, merupakan putera kedua dari Sultan Dimas Lintang, Raja Gowa ke-15. Sultan Hasanuddin memerintah Kerajaan Gowa, ketika Belanda yang diwakili Kompeni sedang berusaha menguasai perdagangan rempah-rempah. Kerajaan Gowa|GOWA merupakan kerajaan besar di wilayah timur Indonesia yang menguasai jalur perdagangan.
Pada tahun 1666, di bawah pimpinan Cornelis Speelman|Laksamana Cornelis Speelman, Kompeni berusaha menundukkan kerajaan-kerajaan kecil, tetapi belum berhasil menundukkan Kerajaan Gowa|Gowa. Di lain pihak, setelah Sultan Hasanuddin naik takhta, ia berusaha menggabungkan kekuatan kerajaan-kerajaan kecil di Indonesia bagian timur untuk melawan Kompeni.
Pertempuran terus berlangsung, Kompeni menambah kekuatan pasukannya hingga pada akhirnya Kerajaan Gowa|Gowa terdesak dan semakin lemah sehingga pada tanggal 18 November1667 bersedia mengadakan Perdamaian Bungaya di BungayaGowa merasa dirugikan, karena itu Sultan Hasanuddin mengadakan perlawanan lagi. Akhirnya pihak Kompeni minta bantuan tentara ke. Batavia. Pertempuran kembali pecah di berbagai tempat. Sultan Hasanuddin memberikan perlawanan sengit. Bantuan tentara dari luar menambah kekuatan pasukan Kompeni, hingga akhirnya Kompeni berhasil menerobos benteng terkuat Gowa yaitu Benteng Sombaopu pada tanggal 12 Juni 1669. Sultan Hasanuddin kemudian mengundurkan diri dari takhta kerajaan dan wafat pada tanggal 12 Juni 1670.

sumber terkait dalam artikel.

https://id.wikipedia.org/wiki/Sultan_Hasanuddin

10 Tarian Khas Jawa Barat

10 Tari Tradisional dari Jawa Barat
Jawa Barat memiliki beragam kesenian pertunjukan yang perlu kita kenal dan bersama-sama kita lestarikan agar tidak musnah tergerus oleh budaya-budaya barat yang belum tentu sesuai dengan kepribadian Bangsa Indonesia.

Salah satu kesenian yang dimiliki oleh Jawa Barat adalah seni tari tradisional. Beragam seni tari berkembang di masyarakat Jawa Barat. Sebagian dari pertunjukan tari tradisional tersebut memang merupakan warisan seni dan tradisi secara turun temurun, ada pula tari tradisional Jawa Barat yang merupakan sebuah karya cipta dan kreatifitas pelaku seni. 

Sebagai provinsi penyangga Ibu Kota Negara yang memiliki pertumbuhan industri yang cepat, Jawa Barat berpotensi untuk kehilangan jati diri dan beragam kesenian termasuk seni tari tradisional. Oleh sebab itu, semoga catatan pada artikel ini bisa mengingatkan kita, bahwa kita memiliki budaya dan kesenian yang perlu dipertahankan. Beberapa tari tradisional dari Jawa Barat yang berhasil kami himpun antara lain :



1. Tari Tradisional Jawa Barat - Tari Topeng Cirebon


Tari Topeng Cirebon merupakan tarian tradisional yang sudah dikenal sejak zaman dahulu. Tarian ini diyakini masyarakat Cirebon telah ada sejak kesultanan Cirebon. Disebut dari topeng karena para penarinya menggunakan topeng saat beraksi. Pada pertunjukan tari topeng Cirebon ini, penarinya disebut sebagai dalang. Hal ini disebabkan karena pada pertunjukan tari topeng biasanya penari menggunakan beberapa topeng yang memiliki karakter yang berbeda-beda. Pada umumnya penari tari topeng menggunakan 3 topeng yang digunakan secara simultan. Diawali dengan topeng warna putih, kemudian biru dan ditutup dengan topeng warna merah. Setiap perganian warna topeng yang dikenakan, gamelan yang ditabuh pun semakin keras sebagai perlambang dari karakter tokoh yang diperankan.

Musik pengiring tari topeng Cirebon ini adalah menggunakan gamelan khas Cirebon. Tradisi pertunjukan Tari Topeng Cirebon ini telah berkembang dan menyebar di daerah daerah Subang, Indramayu, Jatibarang, Majalengka, Losari, dan Brebes. Perkembangan tari topeng tersebut menyebabkan munculnya berbagai variasi dan gaya tari topeng yang akan dibahas tersendiri dimasa mendatang.

2. Tari Tradisional Jawa Barat - Tari Merak


Tari merak dari Jawa Barat ini diciptakan oleh seorang tokoh seni Raden Tjetjep Somantri pada tahun 1950. Namun dalam perjalanan waktu dan sejarah Tari Merak ini mengalami beberapa kali revisi diantaranya Tari Merak yang telah dibuat ulang oleh Irawati Durban pada tahun 1965.

Dinamakan tari merak karena tarian ini menggambarkan kecantikan dan keindahan burung merak. Para penari tarian tradisional ini menggunakan kostum yang juga mirip dengan bulu burung merak.

3. Tari Tradisional Jawa Barat - Tari Wayang


Tari wayang mulai dikenal masyarakat pada masa kesultanan Cirebon pada abad ke-16 oleh Syekh Syarif Hidayatullah, yang kemudian disebarkan oleh seniman keliling yang datang ke daerah Sumedang, Garut, Bogor, Bandung dan Tasikmalaya. Disebut tari wayang karena para penari mengenakan kostum dan melakukan gerak tari yang menggambarkan tokoh / karakter wayang yang dikenal masyarakat di Jawa Barat.
Pada awalnya tari wayang ini dimainkan pada saat pertunjukan wayang orang, namun pada perkembangannya kemudian tari wayang menjadi satu pertunjukan seni terse

Tari Wayang dapat dimainkan secara tunggal, berpasangan maupun masal. Sedangkan karakter yang dimainkan oleh pemain terdiri dari beragam karakter pria dan wanita.  Karakter tari wanita terdiri dari Putri Lungguh untuk tokoh Subadra dan Arimbi serta ladak untuk tokoh Srikandi. Sedangkan karakter tari pria terdiri dari : Satria Lungguh untuk tokoh Arjuna, Abimanyu, dan Arjuna Sastrabahu. Satria Ladak Lungguh untuk tokoh Arayana, Nakula dan Sadewa Satria Ladak Dengah/Kasar untuk tokoh Jayanegara, Jakasono, Diputi Karna dan sebagainya Monggawa Dengah/Kasar seperti Baladewa dan Bima Monggawa Lungguh seperti Antareja dan Gatotkaca Denawa Raja seperti Rahwana dan Nakula Niwatakawaca. 


4. Tari Tradisional Jawa Barat - Tari Ketuk Tilu


Tari Ketuk tilu merupakan tarian tradisi Jawa Barat khususnya wilayah Priyangan, Bogor dan Purwakarta. Pertunjukan tari Ketuk Tilu terdiri dari penari wanita yang biasa disebut ronggeng dan nayaga sebagai pengiring musik.

Pertunjukan ketuk tilu biasanya dilakukan diarea terbuka baik didalam maupun diluar ruangan, ronggeng biasanya akan menari mengitari lampu yang berkaki (sunda = obor).
Pada pertunjukan Ketuk Tilu pertama dilakukan tatalu (membunyikan alat musik) dengan tujuan untuk memanggil penonton. Setelah para penonton banyak pertunjukan akan diawali dengan tari pembuka, yaitu para penari wanita (Ronggeng) memasuki gelanggang, menari bersama mengitari lampu oncor, gerakan tarinya disebut jajangkungan dan wawayangan dan gerakannya sudah ditata terlebih dahulu, dengan tempo irama lambat.
Setelah tarian pembuka baru dilakukan tari bersama antara ronggeng dan penonton laki-laki, dan acara puncak disebut dengan parembut ronggeng. Dalam acara tersebut para penonton berebut untuk menari dengan ronggeng pilihan mereka.

5. Tari Tradisional Jawa Barat - Tari Jaipong


Tari Jaipong adalah tari tradisional dari Jawa Barat yang dasarnya adalah tari Ketuk Tilu. Tari Jaipong merupakan buah kreativitas seniman Jawa Barat Gugum Gumbira. Pada awal perkembangannya tari jaipong juga disebut ketuk tilu. Karya Jaipongan pertama yang mulai dikenal oleh masyarakat adalah tari "Daun Pulus Keser Bojong" dan "Rendeng Bojong" yang keduanya merupakan jenis tari putri dan tari berpasangan (putra dan putri).
Saat ini tari jaipong sudah menjadi ikon tarian di Jawa Barat. Tarian ini banyak ditampilkan baik pada acara perhelatan yang dilakukan masyarakat maupun pemerintah Jawa Barat.


6. Tari Tradisional Jawa Barat - Tari Keurseus


Tari Keurseus merupakan tarian tradisional Jawa Barat yang disusun oleh R. Sambas Wirakoesoemah, lurah Rancaekek (Bandung) tahun 1915-1920 dan 1926-1935. Beliau adalah putra Nyi Raden Ratnamirah dan Raden Mintapradjakoesoemah, wedana Tanjungsari, Sumedang.

Pada awalnya dikenal tari tayub/tayuban yaitu tarian yang dilakukan oleh para menak (pejabat). Pada tahun 1905-1913, Wirakoesoemah belajar tari kepada Uwanya, Rd. Hj. Koesoemaningroem, penari di Kabupaten Sumedang dan ia juga belajar pada Sentana (Wentar), pengamen Topeng dari Palimanan, Cirebon tahun 1914. Dari bekal belajar tari itu, kemudian ia menyusun dan merapikan tari Tayub yang pada masanya sering dilakukan oleh para penari yang sudah dipengaruhi oleh minuman keras dan menari tanpa ada gerakan dasar. Dengan tujuan untuk menata budi para menak maka R.Sambas Wirakoesoemah mendirikan perguruan tari.

Perguruan tarinya diberi nama Wirahmasari yang didirikan tahun 1920 di Rancaekek dengan murid-muridnya yang kebanyakan berasal dari kalangan menak yang kemudian menyebarkannya ke seluruh Tatar Sunda. Pelajaran yang diajarkan secara sistematis pada murid muridnya dalam bahasa Belanda dikenal dengan istilah Cursus. Dalam lafal sunda menjadi Keurseus, sehingga tari yang diajarkan di Wirahmasari ini kemudian dikenal dengan nama Tari Keurseus.

7. Tari Tradisional Jawa Barat - Tari Buyung

 Tari buyung adalah tarian tradisional Jawa Barat yang biasanya dilakukan pada acara puncak pada upacara seren taun yang dilakukan masyarakat Jawa Barat. Tarian ini merupakan kreasi dari Emalia Djatikusumah, istri dari Pangeran Djatikusumah salah seorang sesepuh adat. 
Tarian ini menggambarkan para gadis desa yang mandi dan mengambil air bersama-sama dicurug (air terjun) Ciereng dengan menggunakan buyung (tempat air dari logam/tanah liat)



8. Tari Tradisional Jawa Barat - Ronggeng Bugis

Ronggeng Bugis atau Tari Telik Sandi adalah salah satu tari tradisional yang bersifat komedi dari Cirebon. Tarian ini bersifat komedi karena dimainkan oleh penari laki-laki sebanyak 12 - 20 orang dengan dandanan dan gaya menari layaknya perempuan. Namun jangan salah  walaupun bergaya wanita,make up yang dipergunakan oleh penari tidak kelihatan cantik justru bisa dibilang mirip baduk yang mengundang gelak tawa.

Asal mula tari Ronggeng Bugis, dilatarbelakangi ketegangan yang terjadi antara kerajaan Cirebon dengan Kerajaan Islam. Sunan Gunung Djati sebagai Raja Cirebon saat itu menyuruh seorang kerabat kerajaan yang berasal dari Bugis untuk memata-matai atau saat itu dikenal dengan istilah telik sandi Kerajaan Pajajaran. Waditra / pengiring musik yang dipakai pada pertunjukan tari telik sandi / ronggeng bugis ini adalah alat musik tradisional dari Jawa Barat  antara lain Kelenang, Gong kecil, Kendang, Kecil, dan Kecrek.


9. Tari Tradisional Jawa Barat - Tari Sintren

Tari Sintren adalah tarian tradisional masyarakat Jawa khususnya Cirebon Jawa Barat. Tari ini juga disebut dengan lais yaitu bentuk tari-tarian dengan aroma mistis/magis yang bersumber dari cerita cinta kasih Sulasih dengan Sulandono.

Sintren diperankan seorang gadis yang masih suci, dibantu oleh pawang dengan diiringi gending 6 orang. Gadis tersebut dimasukkan ke dalam kurungan ayam yang berselebung kain. Pawang/dalang kemudian berjalan memutari kurungan ayam itu sembari merapalkan mantra memanggil ruh Dewi Lanjar. Jika pemanggilan ruh Dewi Lanjar berhasil, maka ketika kurungan dibuka, sang gadis tersebut sudah terlepas dari ikatan dan berdandan cantik, lalu menari diiringi gending



10. Tari Tradisional Jawa Barat - Tari Sampiung

Tari Sampiung adalah tari tradisional Jawa Barat pada zaman dahulu yang dipertunjukan sebagai kelengkapan upacara hari-hari penting seperti Seren Taun, Pesta Panen, Ngaruat, Rebo Wekasan, bahkan pada hari raya kenegaraan seperti pada perayaan Ulang Tahun Kemerdekaan RI.

Asal mula nama Tari Sampiung karena lagu pengiringnya berjudul Sampiung. Kadang disebut juga Tari Ngekngek, karena waditra pengiringnya adalah Tarawangsa (alat Gesek, seperti Rebab) yang biasa disebut Ngekngek. Sebagian orang menyebutnya Tari Jentreng, karena salah satu waditra pengiringnya adalah Jentreng, yaitu alat petik berupa kacapi dengan ukuran kecil, yang juga biasa dipinjam namanya untuk nama tarian yang ditampilkan.

Referensi :
http://www.disparbud.jabarprov.go.id
http://jabar.tribunnews.com
http://id.wikipedia.org



Sumber terkait silahkan klik link di sini

6 Tarian Khas Betawi

6 Tari Tradisional Betawi DKI Jakarta | tradisikita.my.id. Provinsi DKI Jakarta yang merupakan Ibukota Negara Republik Indonesia tidak kalah dengan daerah lainnya dalam bidang seni dan kebudayaan. Walaupun telah menjadi kota metropolitan, tapi Ibukota Jakarta juga tetap mempertahankan kesenian dan kebudayaan tradisional, diantaranya pelestarian lagu daerah Betawi / Jakarta, Alat musik tradisional Jakarta dan tentu saja seni tari tradisional dari Jakarta ini. Untuk Sobat yang penasaran dengan tari tarian tradisional dari Jakarta, jangan beranjak dulu. Kita akan mengenal lebih jauh tari tradisional Betawi dari DKI Jakarta dibawah ini.

1. Tari Tradisional Betawi DKI Jakarta - Tari Yapong


Siapa yang belum mengenal tari Yapong? Tarian Yapong ini dikenal berasal dari DKI Jakarta. Pada awalnya, tari Yapong dipertunjukkan dalam rangka mempersiapkan acara ulang tahun kota Jakarta ke-450 pada tahun 1977. Pada saat itu, Dinas Kebudayaan DKI mempersiapkan sebuah acara pagelaran tari massal dengan mengangkat cerita perjuangan Pangeran Jayakarta. Pagelaran berbentuk sendratari ini dipercayakan kepada Bagong Kussudiarjo untuk menyelenggarakan acara tersebut. Dan akhirnya acara tersebut sukses menampilkan pagelaran sendra tari Yapong yang didukung oleh 300 orang artis dan musikus.

Tari Yapong merupakan tari kreasi baru yang berlatang belakang akulturasi budaya tradisional. Tai Yapong ini merupakan tari yang gembira dengan gerakan yang dinamis dan eksotis. Dalam gerakan tarian Yapong diperlihatkan suasana yang gembira karena menyambut kedatangan Pangeran Jayakarta. Adegan tersebut dinamai Yapong dan tidak mengandung arti apapun. Istilah tersebut muncul dari lagunya yang berbunyi ya, ya, ya, ya yang dinyanyikan oleh penyanyi pengiringnya serta suara musik yang terdengar pong, pong, pong, sehingga lahirlah “ya-pong” yang semakin lama berkembang menjadi Yapong.

2. Tari Tradisional Betawi DKI Jakarta - Tari Topeng Betawi


Tari Topeng Betawi adalah tari tradisional yang berasal dari Betawi Daerah Ibu Kota Jakarta. Sesuai dengan namanya, Tari Topeng Betawi menggunakan media topeng yang dipergunakan oleh para penarinya. Tarian ini merupakan perpaduan antara seni tari, musik, dan nyanyian. Seperti pertunjukan teater atau opera, penari tari topeng ini menari dengan di iringi suara musik dan nyanyian. Tari Topeng Betawi lebih bersifat teatrikal dan komunikatif lewat gerakan. 

Pada awalnya Tari Topeng Betawi dipentaskan secara berkeliling oleh para seniman yang diundang sebagai pengisi hiburan dalam acara seperti pesta pernikahan, khitanan, dan lainnya. Masyarakat betawi memilik keyakinan bahwa tarian ini bisa menjauhkan dari mara petaka. Namun seiring dengan perubahan jaman, kepercayaan itu mulai luntur dan menjadikan tarian ini hanya hiburan dalam acara saja. Namun walaupun kepercayaan itu mulai hilang, tarian ini tetap di adakan untuk memeriahkan pesta atau acara adat.

Dalam setiap pertunjukan tari topeng betawi ini diiringi oleh musik tradisional Betawi. Setelah beberapa saat musik dimulai, para penaripun memasuki panggung dengan menggunakan topeng. Adapun gerakan tari para penari topeng ini disesuaikan dengan tema yang dibawakan. Tema yang di bawakan dalam tarian ini tergolong variatif di antaranya adalah kehidupan masyarakat, cerita legenda, kritik sosial, dan cerita klasik lainnya. Tari Topeng Betawi merupakan tarian yang bersifat teatrikal. Sehingga terdapat pesan yang di sampaikan melalui gerakan dalam menari. Tarian ini biasanya di iringi dengan alat musik tradisional betawi seperti rebab, gendang besar, kempul, kromong tiga, kecrek, kulanter dan gong buyung.

Kostum yang di gunakan dalam Tari Topeng Betawi juga tergantung pada tema yang di bawakan, namun masih tidak lepas dari busana khas betawi. Bagi penari pria biasanya menggunakan pakaian seperti pakaian hitam, kaos oblong, celana panjang, dan kain sarung. Selain itu di bagian kepala biasanya menggunakan peci atau ikat kepala. Bagi penari wanita biasanya menggunakan kain panjang dan pakaian kebaya yang di lengkapi dengan selendang. Selain bagian kepala memakai mahkota warna warni yang biasa di sebut dengan 
kembang topeng. Dan tidak lupa memakai topeng yang menutupi wajah para penarinya. Topeng yang di gunakan para penari terbuat dari kayu. Topeng ini tidak memakai pengikat pada kepala, namun penari menempelkan ke wajah mereka dengan cara di gigit di bagian dalam topengnya.

 3. Tari Tradisional Betawi DKI Jakarta - Tari Sirih Kuning

Tari Sirih Kuning merupakan tarian tradisional tempo dulu yang berasal dari Betawi dan ditarikan  secara berpasangan. Tari Sirih Kuning Betawi ini merupakan pengembangan dari tari cokek. 
Tari Sirih Kuning Betawi diiringi oleh musik tradisional khas Betawi yaitu Gambang Kromong.

Tarian sirih kuning ini biasanya juga diadakan untuk mengiringi pengantin Betawi memasuki pelaminan serangkai dengan proses penyerahan sirih dare oleh mempelai pria kepada pengantin wanita atau pada hiburan penyambutan tamu kehormatan maupun perayaan lengkap dengan irama lagu khas Betawi " Sirih Kuning". Baca juga : 
Tradisi Palang Pintu Betawi



4. Tari Tradisional Betawi DKI Jakarta - Tari Lenggang Nyai

Tari Lenggang Nyai adalah tari kreasi baru yang terinspirasi dari kisah Nyai Dasimah. Tarian Lenggang Nyai ini telah diciptakan oleh Wiwik Widiastuti pada tahun 199, menceritakan tentang hidup seorang wanita (Nyai Dasimah) yang berhasil keluar dari ikatan perkawinan yang telah merenggut kebebasannya. 

Tari Lenggang Nyai masih dipengaruhi oleh budaya Cina seperti halnya tari cokek. Tari Lenggang Nyai dibawakan oleh sekelompok gadis belia berjumlah 4 atau sampai 6 orang. Tari Lenggang Nyai Betawi ini biasanya  sering dipentaskan pada acara-acara resmi penyambutan tamu penting atau pernikahan.

Gerakan dalam Tari Lenggang Nyai ini menggambarkan karakter dan cerita dari Nyai Dasimah. Dalam pertunjukannya, penari menari dengan gerakan yang lincah yang menggambarkan keceriaan dan keluwesan gadis Betawi. Kelincahan tersebut terlihat dari gerak tubuh, kaki dan tangan para penari yang bergerak secara dinamis. Selain itu ada gerakan dari satu sisi ke sisi lain yang menggambarkan kebingungan Nyai Dasimah saat mengambil keputusan untuk memilih pendamping hidupnya.



5. Tari Tradisional Betawi DKI Jakarta - Tari Japin Betawi


Tari Japin Betawi merupakan tarian tradisional yang merupakan purwarupa dari tari Zapin dari Riau. Pengubahan kata zapin menjadi japin dikarenakan kebiasaan masyarakat Betawi menyebut kata Z dengan huruf J. Tari Japin diiringi oleh musik dan lagu Betawi, yang terdiri dari alat musik gambus dan marwas. Keunikan Tari Japin Betawi ini dilihat dari kelincahan para penarinya yang melompat-lompat dan biasanya ditarikan secara berpasangan.



6. Tari Tradisional Betawi DKI Jakarta - Tari Cokek

Sepertinya Provinsi Banten yang memiliki tari Cokek didaerah Tangerang, masyarakat provinsi DKI Jakarta pun memiliki tari Cokek yang merupakan kebudayaan asli Betawi. Masyarakt suku Betawi saat ini memang tidak hanya tinggal di Provinsi DKI Jakarta, merekapun banyak tersebar di daerah Tangerang yang saat ini masuk ke Provinsi Banten. Untuk Sobat bisa menyimak keterangan tari Cokek ini disini : 5 Tari Tradisional Banten.

Demikian Sobat tradisi, 6 tari tradisional Betawi dari DKI Jakarta, semoga menambah wawasan Sobat pada tradisi tari tradisional dari tanah Nusantara.

sumber terkait silahkan klik link di sini

Referensi terkait

http://belindomag.nl/id/seni-budaya/5-tarian-khas-betawi
http://www.negerikuindonesia.com/2015/04/tari-lenggang-nyai-tarian-tradisional.html 
http://youtube.com 
http://google.co.id

12 Tari Khas Jawa Tengah

12 Tarian Tradisional Dari Jawa Tengah yang Sangat Populer
Siapa yang tidak kenal dengan wilayah Jawa? Provinsi yang terbagi menjadi 3 bagian ini ternyata memiliki kisahnya tersendiri. Dibalik sejarahnya, Jawa berhasil menghasilkan berbagai karya Seni yang sekarang menjadi salah satu kebudayaan Jawa yang dijaga kelestariannya salah satunya seperti tarian tradisionalnya
Setelah kamu ketahui tentang 13 Tarian Tradisional Khas Kalimantan, sekarang kita pindah ke Tarian Tradisional Khas Jawa, tepatnya Jawa Tengah. Katanya, sebagian tarian Jawa Tengah terkenal mistisnya. Apa benar?

12 Tarian Tradisional Dari Jawa Tengah :

1. Tari Bedhaya Ketawang

Tarian tradisional pertama adalah Bedhaya Ketawang yang mengandung arti di setiap masing-masing kata. ‘bedhaya’ yang artinya penari wanita dan ‘ketawang’ artinya langit. Bila disatukan Bedhaya Ketawang ini mengandung arti penari wanita dari istana langit.
Tarian ini dipertunjukan untuk acara resmi saja, yang bertujuan untuk menghibur. Sejarahnya, tarian ini menceritakan tentang hubungan Ratu Kidul yang biasa kita kenal dengan Roro Kidul.
Menurut kepercayaan setempat, bila ada yang menarikan Tarian ini, maka Nyi Roro Kidul atau Kangjeng Ratu Kidul akan menghadiri tarian tersebut dan ikut menari.
Biasanya tarian ini ditarikan oleh 9 orang wanita, dimana sembilan ini melambangkan Wali Songo, adapun yang bilang 9 sebagai arah mata angin.
Busana para penari pun biasanya menggunakan pengantin adat Jawa, dimana para penari menggunakan gelung besar, dan aksesoris-aksesoris Jawa berupa centhung, sisir jeram saajar, tiba dhadha, garudha mungkur, dan cundhuk mentul. Para penaripun diusahakan tidak dalam keadaan haid.
Musik yang dimainkan untuk mengiringi tarian ini biasanya Gending Ketawang Gedge, bisa juga dengan gamelan.

2. Tari Gambyong

Tari Gambyong berasal dari daerah Surakarta. Awalnya, tarian ini hanya sebuah tarian rakyat dan diadakan ketika memasuki musim panen padi. Sekarang, tarian tersebut diadakan saat acara sakral dan sebagai penghormatan pada tamu.
Sejarahnya nama Gambyong pun diambil dari salah satu penari tempo dulu, dimana penari tersebut memiliki suara merdu dan tubuh yang lentur, dengan kedua bakat tersebut Gambyong yang memiliki nama lengkap Sri Gambyong cepat terkenal dan dapat memikat banyak orang.
Hingga akhirnya nama penari itu terdengar ke telinga Sunan Paku Buwono IV, membuat Sri Gambyong diundang untuk menari ke dalam Istana. Ia pun berhasil memikat orang-orang di Istana, hingga akhirnya tariannya pun dipelajari dan dikembangkan hingga dinobatkan tarian khas Istana.
Untuk jumlah penari tidak disyaratkan, namun untuk kostum yang biasa digunakan adalah kostum kemben yang sebahu dilengkapi dengan selendang. Pada dasarnya tarian ini sangat identik dengan warna kuning dan hijau. Namun seiring zaman, warna pun tidak menjadi patokan.
Musik pengiring tarian ini biasanya gamelan seperti Gong, kenong, gambang dan kendang.

3. Tari Bondan Payung

Tarian tradisional berikutnya adalah Tari Bondan yang berasal dari Surakarta.
Tarian ini menceritakan tentang seorang ibu yang menyayangi anaknya. Sehingga tariannya pun terbilang simpel. Ciri khas tarian ini adalah  para penari yang selalu membawa payung, boneka bayi dan kendi.
Pada zaman dulu tarian ini harus ditarikan oleh para kembang desa bertujuan untuk menunjukkan jati dirinya. Gerakannya pun tidak bilang rumit hingga datang sesi menegangkan ketika penari tersebut menaiki kendi, dan kendi itu tidak boleh pecah.
Kostum yang digunakan untuk tarian ini adalah pakaian adat Jawa. Seiring dengan zaman tari bondan pun dibagi menjadi 2, yaitu tari bondan mardisiwi, bondan tani dan bondan cindogo.
Musik yang digunakan adalah Gending.

4. Tari Serimpi

Tari Serimpi berasal dari Yogyakarta, konon katanya tarian ini sedikit bernuansa Mistis. Awalnya tarian ini ditunjukkan saat penggantian raja di beberapa Istana Jawa Tengah. Menurut cerita masyarakat, tarian ini dapat menghipnotis para penonton menuju ke alam lain.
Walau bagaimanapun, tarian ini bertujuan menunjukan wanita yang sopan santun dan sangat lemah gemulai.
Seiring dengan zaman tari ini mengalami perubahan dari segi durasi tarian dan kostumnya. Tari Serimpi pun dibagi menjadi beberapa jenis diantaranya Serimpi Genjung, Serimpi Babul Layar, Serimpi Bondan, Serimpi Anglir Mendung dan Serimpi Dhempel.
Tarian ini biasanya ditarikan dengan 4 anggota penari wanita, hal ini menandakan unsur api, air, angin dan bumi. Namun seiring dengan zaman jumlah penaripun terkadang menjadi 5 anggota.
Pakaian yang digunakan untuk penari Serimpi adalah pakaian yang biasa digunakan pengantin putri keraton. Sedangkan musik yang digunakan adalah gamelan.

5. Tari Beksan Wireng


Tari Beksan Wireng adalah tari yang berasal dari Jawa Tengah dan diciptakan oleh Prabu Amiluhur.
Tujuan diciptakannya tarian ini untuk menyemangati 4 prajurit perang yang saat itu yang sedang berlatih. Hal ini terlihat dengan gerakan-gerakan para penari yang gagah perkasa sedang membawa tombak dan tameng. Karena tarian ini memang mengandung tema perang.
Dengan berkembangnya zaman, tarian ini terbagi menjadi 6 jenis yaitu Panji Sepuh, Panju Anem, Dhadap Kanoman, Jemparing Ageng, Lhawung Ageng dan Dhadhap Kreta.
Biasanya tarian ini ditarikan oleh laki-laki dan menggunakan kostum bak seorang prajurit.

6. Tari Ebeg atau Kuda Lumping

Tarian tradisional selanjutnya adalah tari ebeg atau tari yang biasa menggunakan boneka kuda.
Tarian ini tidak menunjukan tarian pada umumnya seperti tarian yang lemah gemulai.
Tarian ini tidak usah belajar, hanya melenggak lenggok mengikuti alur musik. Ada beberapa syarat yang harus disediakan selama pertunjukkan ini seperti sesaji dan menyan. Hal ini diharuskan karena para penari kemungkinan akan kerasukan mahkluk halus dan memakan barang-barang sekitar.
Musik yang melatar belakangi tarian ini adalah gamelan banyumasan, bendhe dan gendhing.

7. Kethek Ogleng

Tarian tradisional yang satu ini bernama Kethek Ogleng berasal dari bahasa Jawa yang bila diartikan ‘kethek’ adalah kera. Sedangkan Ogleng diambil dari suara bunyi yang melatar belakangi tarian ini yang seperti berbunyi Ogleeeng… Ogleeeng…
Tari Kethek Ogleng berasal dari Wonogiri, Jawa Tengah. Asal usulnya tarian ini menceritakan Raden Gunung Sari yang menjelma menjadi kera, dan berusaha mengelabui musuhnya.
Maka dari itu, penarinya pun selalu bertopeng kera dan menirukan gerakan-gerakan kera, tidak ada gerakan khusus untuk tarian ini, penari hanya menikmati aluran musik dan menari layaknya seekor kera.
Biasanya penari Kethek Ogleng akan mengajak salah seorang penonton untuk berjoget bareng.

8. Sintren

Sintren berasal dari Cirebon, menyebar ke berbagai daerah hingga Jawa Barat. Tarian ini berbau mistis, menceritakan tentang kisah cinta Sulasih dan Sulandono.
Asal muasalnya tarian ini dibuat ketika Bupati Kendal menikah dengan Dewi Rantamsari yang biasa dijuluki Dewi Lanjar. Namun pasangan itu tidak direstui oleh Ki Bahureksi. Akhirnya mereka berdua berpisah, Sulandono menjadi petapa sedangkan Sulasih menjadi penari. Walaupun begitu, konon katanya mereka berdua masih bertemu di alam gaib.
Tarian ini sangat mistis sekali, bahkan sebelum pertunjukan, harus diawali terlebih dahulu dengan Dupan atau ritual berdoa.
Namun katanya, tarian ini mulai tenggelam dan tidak lagi dipentaskan.

9. Tari Jlantur

Tari Jlantur berasal dari Boyolali. Biasanya dimainkan oleh 40 orang penari laki-laki. Sedikit info yang saya dapat tentang tarian ini, hal ini mungkin sudah kurangnya minat orang-orang untuk melestarikan budaya Tari Jlantur.
Sejarahnya, ternyata tarian ini menggambarkan perjuangan kisah Pangeran Diponegoro yang melawan para penjajah.
Menurut beberapa sumber, penari Tari Jlantur selalu menggunakan ikat kepala seperti gaya Tukri dengan membawa kuda tiruan.

10. Tari Prawiroguno

Tarian ini mengandung kisah ketika para penjajah yang hampir mengalami kemunduran, dan situasi saat itu dijadikan ide untuk membuat sebuah tarian yang sekarang kita sebut Tari Prawiroguno.
Tarian ini memiliki tema peperangan, dan gerakan para penari bak seorang prajurit membawa pedang/samurai dengan tameng berlenggok-lenggok seakan sedang bersiap-siap menyerang musuh.
.

11. Tari Ronggeng

Tari Ronggeng berasal dari Jawa, penciptanya Endang Caturwati. Sampai sekarang tari ronggeng dibudayakan hingga turun temurun. Tema tarian ini berbeda dengan tarian lain, tari ronggeng ditarikan oleh wanita, gerakannya pun berkesan agresif mendekati eksotis
Tari ini memiliki ciri khas dalam gerakannya yang lebih sensual dan pandai menarik libido para lelaki.
Asal muasalnya, tari ini dibuat untuk upacara meminta kesuburan tanah. Namun, karena terkait dengan kesuburan, mengartikannya salah…. Hingga akhirnya gerakan dalam tarian ini mirip orang yang sedang bercinta. Namun seiring dengan zaman, tarian ini mulai dikurangi unsur eksotisnya.
Alat musik yang melatari adalah rebab dan gong.

12. Tari Angsa

Tarian ini melambangkan keagungan seorang Dewi yang ditemani dengan sekelompok penari angsa.
Tari angsa menjadi salah satu tarian kebanggaan Jawa Tengah,sering dipertunjukan untuk acara-acara tertentu. Dizaman sekarang, tarian ini sering ditarikan oleh siswa-siswa SD saat mereka mencapai kelulusan atau perpindahan sekolah ke SMP.
Namun ternyata Tari Angsa tidak hanya ada di Indonesia, ada beberapa negara yang mempunyai Tarian Tradisional seperti ini, hanya saja cerita latar belakang yang berbeda.
Tari angsa biasanya ditarikan secara berpasangan, namun ada juga yang sendiri hingga berlima. Alat musik pengiringnya pun gendang, gitar, dan degung. Namun seiring dengan zaman, alat musik yang digunakan pun tidak setradisional zaman dulu.
Artikel terkait silahkan klik link di sini

Police Story

Perampokan Bank S uatu pagi yang cerah dengan titik matahari yang sangat indah di ufuk timur bandung ini, terdengar suara yang mengg...