Istri Pangeran Diponegoro yang ke-6

Dalam hal pernikahan, Pangeran Diponegoro menikah setidaknya dengan delapan wanita. Banyak buku yang menyebutkan jumlah isteri Pangeran Diponegoro ada tiga, empat atau tujuh. Penulis memahami penyebutan jumlah yang berbeda-beda tersebut. Ada banyak alasan atau penyebab yang memungkinkan kaburnya jumlah yang sebenarnya.
Pertama, penjajah yang pada saat itu sengaja mengaburkannya agar hubungan kekerabatan antara keturunan yang satu dengan yang lain terputus dengan harapan kecil kemungkinan mereka bersekutu.
Kedua, hubungan kekeluargaan Pangeran Diponegoro dengan istana sudah tidak harmonis sejak awal. Bahkan ketika Pangeran Diponegoro keluar dari puri Tegalrejo untuk melaksanakan perang dan mengangkat dirinya sebagai seorang Sultan di Dekso, dia dianggap sebagai orang yang melakukan makar baik oleh kerajaan Jogja maupun kerajaan Surakarta. Kerajaan Surakarta ikut tidak menyetujui pengangkatan itu karena Pangeran Diponegoro mengklaim tanah di wilayah Bagelen menjadi wilayah kekuasaannya. Hubungan yang tidak bagus itu menyebabkan kalangan istana memutuskan pula hubungan administrasi yang berkaitan dengan kekeluargaan.
Ketiga, memang merupakan strategi Pangeran Diponegoro untuk menyembunyikan identitas keluarganya agar tidak menjadi sasaran penjajah. Kehidupan Pangeran Diponegoro selepas dari puri Tegalrejo bagaikan daun yang tertiup angin, tidak pernah menetap di suatu lokasi berlama-lama. Hal ini mengakibatkan tidak mungkin selalu membawa serta anak-anak dan isteri-isterinya dalam medan perang. Cara yang paling baik adalah menitipkan isteri-isteri dan anak-anaknya kepada keluarga mertua atau dititipkan pada para sahabatnya atau meninggalkannya di masrkas prajurit. Ketika dalam penitipan itu tentunya ada semacam kekawatiran, sehingga mereka kadang harus berganti identitas.

Jumlah delapan isteri yang tertulis dibuku ini berdasarkan sumber buku-buku yang penulis baca di tambah dengan pengakuan keturunan Pangeran Diponegoro yang telah memiliki kekancingan silsilah dari Kerajaan Yogyakarta. Begitu juga jumlah putera beliau yang 22 orang berdasarkan literatur yang ada ditambah dengan silsilah yang ada di Tepas Darah Dalem Kraton Yogyakarta.

Dalam kehidupan Jawa pada jaman itu memiliki banyak isteri termasuk syarat untuk disebut sebagai lelaki sejati. Orang jawa memiliki kriteria tentang keberhasilan seorang laki-laki dengan beberapa hal yaitu : wisma (rumah), wanodya (wanita), curiga (keris), turangga(kuda) dan kukila (burung, yang dimaksud adalah perkutut).
Wisma atau rumah : seorang lelaki sangat tidak berdaya ketika dia tidak memiliki rumah tempat dia memberi naungan pada keluarga, tempat bercengkerama dengan anak dan isteri. Apa yang terjadi bila rahasia keluarganya dilihat oleh orang lain karena dia tidak memiliki tempat untuk menutup rahasia itu. Lalu apa bedanya dengan binatang , itulah salah satu ukuran keberhasilan. Sebagai seorang pewaris tunggal puri Tegalrejo, seharusnya Pangeran Diponegoro telah memiliki kriteria ini. Sebuah rumah besar dengan pekarangan yang luas akan sangat cukup untuk menaungi isteri-isteri dan anak-anaknya. Tetapi karena rumah tersebut telah dibakar habis oleh penjajah, maka terpaksa hidup berpindah-pindah dari hutan satu ke hutan lainnnya.
Wanodya atau wanita atau isteri. Laki-laki akan dikatakan berhasil bila dia memiliki isteri yang sempurna dalam banyak hal, dan ini mustahil karena setiap wanita mempunyai kelebihan dan kekurangan. Maka untuk menutupi kelemahan salah satu isterinya seorang laki-laki harus mempunyai isteri lain untuk menutupi kekurangan isteri yang lain atau untuk menyempurnakan yang sudah ada. Hal ini bisa juga kita artikan bahwa dengan banyak isteri maka seorang laki-laki akan memiliki banyak saudara, bisa juga memiliki banyak pengikut yang pada saat itu memang sangat diperlukan dalam peperangan. Bila dilihat asal-usul isteri-isteri Pangeran Diponegoro, hanya satu yang berasal dari kalangan istana, sedangkan yang lain adalah dari kalangan pesantren dan kalangan musuh penjajah. Hal ini menegaskan bahwa perkawinan Pangeran Diponegoro juga bertujuan untuk memperkuat barisan pengikut perjuangannya.
Curiga atau keris adalah lambang kesaktian. Seorang laki-laki harus bisa melindungi keluarganya dari marabahaya, sehingga keberadaan keris pusaka yang mempunyai tuah sakti sangat diperlukan .
Turangga atau kuda adalah lambang mobilitas laki-laki dalam melakukan aktifitas sehari-hari. Mungkin kalau sekarang bisa disamakan dengan sepeda motor ataupun mobil. Dalam kehidupan sebagai seorang panglima perang, Pangeran Diponegoro memiliki dua ekor kuda yaitu Kyai Gentayu adalah kuda Hitam dengan warna putih diujung keempat kakinya sedangkan Kyai Wijaya Krisna adalah Kuda putih mulus. Kyai Gentayu diperoleh dari hadiah eyangnya ketika dia dikhitan, seekor kuda yang dibeli dari pedagang Cina pemasok keperluan istana. Sedangkan Kuda Wijaya Krisna adalah kuda persilangan Kuda Sumbawa dengan kuda Eropa yang didapatnya dari peternakan kuda di Madiun milik kerabat trah Raden Ronggo.
Kukilo atau burung adalah hiburan dikala seseorang sedang diliputi rasa lelah setelah melakukan aktifitas. Suara burung terutama   perkutut   dipercaya bisa  memberikan  rasa tenteram, sekaligus dipercaya sebagai radar bila akan datang sebuah bahaya.
Maka pada tahun 1822 beliau menikah yang keenam dengan R.A. Retnaningsih, putri Raden Tumenggung Sumoprawiro, bupati Jipang Kepadhangan. Kelak R.A Retnaningsih inilah yang mengikuti Pangeran Diponegoro dalam pengasingan. Dari Raden Ayu Ratnaningsih ini lahirlah beberapa putera yaitu : Raden Mas Kindar (1832), Raden Mas Sarkuma (1834), Raden Mas Mutawaridin (1835), Raden Ayu Putri Munadima (1836), Raden Mas Dulkabli (1836), Raden Mas Rajab (1837) dan Raden Mas Ramaji (1838).

Raden Ayu Retnaningsih menghadap kedepan


Raden Ayu Retnaningsih menghadap perspektif


Raden Ayu Retnaningsih menghadap kesamping

Artikel terkait.

http://ikapadi.blogspot.co.id/2015/04/isteri-isteri-pangeran-diponegoro.html

No comments:

Post a Comment

Police Story

Perampokan Bank S uatu pagi yang cerah dengan titik matahari yang sangat indah di ufuk timur bandung ini, terdengar suara yang mengg...