12 tari Khas Aceh

Aceh yang juga disebut Serambi Mekah memiliki beragam tarian tradisional yang unik dan indah. Bahkan diantaranya sudah banyak dikenal masyarakat Indonesia dan Internasional. Tari Saman memang sudah mendunia dan Tari saman ini telah ditetapkan UNESCO sebagai Daftar Representatif Budaya Takbenda Warisan Manusia dalam Sidang ke-6 Komite Antar-Pemerintah untuk Pelindungan Warisan Budaya Tak benda UNESCO di Bali, 24 November 2011.

Tari Tradisional Aceh beserta penjelasannya dapat disimak dibawah ini :


1. Tari Tradisional Aceh - Tari Bines

Tari Bines merupakan tarian tradisional Aceh tepatnya berasal dari kabupaten Gayo Lues. Tarian ini muncul dan berkembang di Aceh Tengah namun kemudian dibawa ke Aceh Timur.
Tarian tradisional Bines ini diperkenalkan oleh seorang ulama bernama Syech Saman dalam rangka berdakwah.Tari ini ditarikan oleh para wanita dengan cara duduk berjajar sambil menyanyikan syair yang berisikan dakwah atau informasi pembangunan. Para penari melakukan gerakan dengan perlahan kemudian berangsur-angsur menjadi cepat dan akhirnya berhenti seketika secara serentak.
Tari ini juga merupakan bagian dari Tari Saman saat penampilannya. Hal yang menarik dari tari Bines adalah beberapa saat mereka diberi uang oleh pemuda dari desa undangan dengan menaruhnya diatas kepala perempuan yang menari.



2. Tari Tradisional Aceh - Tari Saman

Tari Saman merupakan warisan dan kekayaan budaya rakyat Aceh yang telah mendapatkan pengakuan dunia melalui  UNESCO sebagai Daftar Representatif Budaya Takbenda Warisan Manusia. Tari Saman dimainkan oleh belasan atau puluhan laki-laki, tetapi jumlahnya harus ganjil. Pendapat lain mengatakan tarian ini ditarikan kurang lebih dari 10 orang, dengan rincian 8 penari dan 2 orang sebagai pemberi aba-aba sambil bernyanyi. Namun, dalam perkembangan di era modern yang menghendaki bahwa suatu tarian itu akan semakin semarak apabila ditarikan oleh penari dengan jumlah yang lebih banyak. Untuk mengatur berbagai gerakannya ditunjuklah seorang pemimpin yang disebut syekh. Selain mengatur gerakan para penari, syekh juga bertugas menyanyikan syair-syair lagu saman, yaitu ganit. Mengenai tari saman ini, Sobat bisa membaca artikel Sejarah Tari Saman dari Aceh.

3. Tari Tradisional Aceh - Didong

Didong sebenarnya adalah sebuah kesenian rakyat Gayo yang merupakan perpaduan unsur tari, vokal, dan sastra.

Awal mulanya Didong diperkenalkan pada zaman Reje Linge XIII. Pada awalnya didong digunakan sebagai sarana bagi penyebaran agama Islam melalui media syair.

Dalam perkembangannya, didong tidak hanya ditampilkan pada hari-hari besar agama Islam, melainkan juga dalam upacara-upacara adat seperti perkawinan, khitanan, mendirikan rumah, panen raya, penyambutan tamu dan sebagainya.

Satu kelompok kesenian didong biasanya terdiri dari para “ceh” dan anggota lainnya yang disebut dengan “penunung”. Jumlahnya dapat mencapai 30 orang, yang terdiri atas 4--5 orang ceh dan sisanya adalah penunung. Ceh adalah orang yang dituntut memiliki bakat yang komplit dan mempunyai kreativitas yang tinggi. Ia harus mampu menciptakan puisi-puisi dan mampu menyanyi. Penguasaan terhadap lagu-lagu juga diperlukan karena satu lagu belum tentu cocok dengan karya sastra yang berbeda. Anggota kelompok didong ini umumnya adalah laki-laki dewasa. Namun, dewasa ini ada juga yang anggotanya perempuan-perempuan dewasa. Selain itu, ada juga kelompok remaja. Malahan, ada juga kelompok didong remaja yang campur (laki-laki dan perempuan). Dalam kelompok campuran ini biasanya perempuan hanya terbatas sebagai seorang Céh. Peralatan yang dipergunakan pada mulanya bantal (tepukan bantal) dan tangan (tepukan tangan dari para pemainnya). Namun, dalam perkembangan selanjutnya ada juga yang menggunakan seruling, harmonika, dan alat musik lainnya yang disisipi dengan gerak pengiring yang relatif sederhana, yaitu menggerakkan badan ke depan atau ke samping.

4. Tari Tradisional Aceh - Tari Guel


Tari guel
 merupakan tarian tradisional Aceh tepatnya masyarakat suku Gayo di Aceh. Guel berarti membunyikan. Para peneliti dan koreografer tari mengatakan tarian ini bukan hanya sekedar tari. Dia merupakan gabungan dari seni sastra, seni musik dan seni tari itu sendiri. Guel menjadi tari tradisi terutama dalam upacara adat tertentu. Guel sepenuhnya apresiasi terhadap wujud alam, lingkkungan kemudian dirangkai begitu rupa melalui gerak.

Tari guel dibagi dalam empat babakan baku. Terdiri dari babak Mu natap, Babak II Dep, Babak III Ketibung, Babak IV Cincang Nangka. Ragam Gerak atau gerak dasar adalah Salam Semah (Munatap ), Kepur Nunguk, Sining Lintah, Semer Kaleng (Sengker Kalang), Dah-Papan.
Sementara jumlah para penari dalam perkembangannya terdiri dari kelompok pria dan wanita berkisar antara 8-10 ( Wanita ), 2-4 ( Pria ). Penari Pria dalam setiap penampilan selalu tampil sebagai simbol dan primadona, melambangkan aman manyak atau lintoe Baroe dan Guru Didong. Jumlah penabuh biasanya minimal 4 orang yang menabuh canang, gong, gegedem, dan memong.

 5. Tari Tradisional Aceh - Tari Mesekat


Tarian Mesekat adalah salah satu bentuk tarian tradisional masyarakat aceh yang mengkombinasikan gerakan tangan serta badan dengan lantunan syair-syair berisi tuntunan keagamaan dan kehidupan bermayarakat. syair-syair tersebut dilantunkan oleh para penari sambil melakukan gerakan tarian. Mesekat biasanya dimainkan oleh kaum pria yang jumlahnya minimal 18 orang.

Mesekat pertama kali dikembangkan oleh Tengku Mbelin (Tengku Haji Hasan) Lawe Due, kemudian dikembangkan oleh muridnya Tengku Muhammad Nya'kub Pagan yang kini tinggal di Kute Melie.

 6. Tari Tradisional Aceh - Tari Ula Ula Lembing


Tari Ula - Ula Lembing adalah tari tradisional dari Aceh atau tepatnya Kabupaten Aceh Tamiang. Tarian ini ditarikan oleh 12 orang atau lebih berputar-butar ke sekeliling panggung bagai ular. Tarian ini harus dibawakan dengan penjiwaan yang lincah dan ceria.

7. Tari Tradisional Aceh - Tari Tarek Pukat Aceh


Tari Tarek Pukat Aceh adalah tari tradisional Aceh yang menggambarkan kehidupan nelayan di Provinsi Aceh.  Sesuai dengan namanya, tari tarek (tarik) pukat (alat penangkat ikan) menggambarkan aktifitas para nelayan yang menangkap ikan dilaut. Tari Tarek Pukat Aceh ini berasal dari Kabupaten Aceh Besar Provinsi Aceh.

 8. Tari Tradisional Aceh - Tari Seudati Aceh


Tari Seudati berkembang di Aceh pertamakali pada saat Agama Islam masuk di Aceh. Tarian tradisional Aceh ini diperkenalkan oleh penyebar agama Islam yang berasal dari Arab Saudi di Aceh, sehingga bahasa atau istilah yang
dipergunakan dalam penyebaran agama dititik beratkan pada istilah bahasa Arab. Syahadati dan syahadatain menjadi seudati, kemudian saman menjadi
meusaman ( yang artinya delapan ) orang.

Pada zaman kolonial, tari tradisional Seudati Aceh pernah dilarang oleh pemerintah Belanda, karena tari tradisional Aceh ini termasuk pada kategori Tribal War Dance atau Tari Perang, yang mana syairnya selalu membangkitkan semangat pemuda Aceh untuk bangkit dan melawan penjajahan.

Dalam penampilannya tari seudati ini dipimpin oleh seorang Syekh (pimpinan). Syekh ini dibantu oleh wakil yang disebut
Apet Syekh. Tari ini ditarikan oleh delapan orang penari dan dibantu oleh dua orang penyanyi sebagai pengiring tari
(Aneuk Syahi).

9. Tari Tradisional Aceh - Tari Ratoh Duek Aceh


Tarian tradisional Aceh Ratoh Duek adalah sebuah tarian tradisional yang berasal dari provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Ratoh berasal dari bahasa Arab berarti Rateb/ ratip yang mengandung makna melakukan puji-pujian dan doa kepada Allah SWT dan Nabi melalui syair yang di iramakan / di nyanyikan, Duek adalah duduk. Jadi Ratoh Duek adalah kegiatan kesenian yang mengandung makan ibadah dan di lakukan secara duduk. 

Dalam perkembangan dan penampilannya tari tradisional aceh Ratoh Duek ini gerakannya hampir mirip dengan tari saman yang saat ini sangat popular di kalangan masyarakat, generasi muda dan pencipta senitari di luar aceh.

 10. Tari Tradisional Aceh - Tari Rampai Geleng Aceh

Tari Rampai Geleng adalah merupakan tarian tradisional yang berasal dari Aceh. Rampai adalah merupakan alat musik tradisional Aceh yang kita kenal dengan nama Rebana. Alat musik tradisional rampai ini sangat beragam yang salah satunya adalah Rampai Geleng. Penamaan Rampai pada alat musik pukul dari Aceh ini mengambil nama Syeikh Ripai yang merupakan penemu dan pengembang alat musik tradisional ini di Aceh.

Permainan Rapai Geleng juga disertakan gerakan tarian yang melambangkan sikap keseragaman dalam hal kerjasama, kebersamaan, dan penuh kekompakan dalam lingkungan masyarakat.
Terian ini mengekspresikan dinamisasi masyarakat dalam syair (lagu-lagu) yang dinyanyikan, kustum dan gerak dasar dari unsur tarian meuseukat.

Fungsi dari tarian ini adalah syiar agama, menanamkan nilai moral kepada masyarakat, dan juga menjelaskan tentang bagaimana hidup dalam masyarakat sosial. Rapai geleng pertama kali dikembangkan pada tahun 1965 di Pesisir Pantai Selatan.

Jenis tarian ini dimaksudkan untuk laki-laki. Biasanya yang memainkan tarian ini ada 12 orang laki-laki yang sudah terlatih. Syair yang dibawakan adalah sosialisasi kepada mayarakat tentang bagaimana hidup bermasyarakat, beragama dan solidaritas yang dijunjung tinggi.

Tarian Rapai Geleng ada 3 babak yaitu:

1. Saleum (Salam)
2. Kisah (baik kisah rasul, nabi, raja, dan ajaran agama)
3. Lani (penutup)


 11. Tari Tradisional Aceh - Tari Ranup Lampuan Aceh

Tari Ranup Lampuan adalah tarian tradisional yang berasal dari Aceh. Ranup Lampuan berasalah dari bahasa melayu yaitu dari kata Ranup dan Puan, Ranup artinya sirih sedangkan puan adalah tempat sirih. Di Aceh, Sirih adalah  lambang penghormatan dan persaudaraan terhadap tamu.

Tari tradisional Ranup Lampuan Aceh ditarikan oleh beberapa gadis Aceh untuk menyambut tamu resmi, menggunakan puan yang berisi sirih untuk disuguhkan kepada tamu tersebut. Tamu yang disuguhi dengan tari ranup lampuan biasanya memang tamu jauh atau tamu pemerintahan.

 12. Tari Tradisional Aceh - Tari Pho


Tarian Pho merupakan Tarian tradisional Aceh yang berasal dari kata Pho, peubae, peubae artinya meratoh atau meratap. Pho adalah panggilan atau sebutan penghormatan dari rakyat hamba kepada Yang Mahakuasa yaitu Po Teu Allah.

Tarian ini dibawakan oleh para wanita, dahulu biasanya dilakukan pada kematian orang besar dan raja-raja, yang didasarkan atas permohonan kepada Yang Mahakuasa, mengeluarkan isi hati yang sedih karena ditimpa kemalangan atau meratap melahirkan kesedihan-kesedihan yang diiringi ratap tangis. Sejak berkembangnya agama Islam, tarian ini tidak lagi ditonjolkan pada waktu kematian, dan telah menjadi kesenian rakyat yang sering ditampilkan pada upacara-upacara adat.


Referensi dan Sumber Gambar :

http://tempatwisataaceh.blogspot.com
id.wikipedia.org
kebudayaanindonesia.net
hamkerblack.blogspot.com  

indovasi.or.id

sumber terkait dalam artikel ini, silahkan klik link di sini

No comments:

Post a Comment

Police Story

Perampokan Bank S uatu pagi yang cerah dengan titik matahari yang sangat indah di ufuk timur bandung ini, terdengar suara yang mengg...