Sarmidi Mangunsarkoro

Ki Mangunsarkoro atau Sarmidi Mangunsarkoro (lahir 23 Mei 1904 – meninggal 8 Juni 1957 pada umur 53 tahun) adalah pejuang di bidang pendidikan nasional, ia dipercaya menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia pada tahun 1949 hingga tahun 1950.

Kehidupan Awal[sunting | sunting sumber]

Ki Sarmidi Mangunsarkoro lahir 23 Mei 1904 di Surakarta. Ia dibesarkan di lingkungan keluarga pegawai Keraton Surakarta. Pengabdian Ki Sarmidi Mangunsarkoro kepada masyarakat, diawali setelah ia lulus dari Sekolah Guru "Arjuna" Jakarta langsung diangkat menjadi guru HIS Tamansiswa Yogyakarta.
Kemudian pada Th 1929 Ki Sarmidi Mangunsarkoro diangkat menjadi Kepala Sekolah HIS Budi Utomo Jakarta. Satu tahun kemudian, atas permintaan penduduk Kemayoran dan restu Ki Hadjar Dewantara, ia mendirikan Perguruan Tamansiswa di Jakarta. Perguruan Tamansiswa di Jakarta itu sebenarnya merupakan penggabungan antara HIS Budi Utomo dan HIS Marsudi Rukun yang dua-duanya dipimpin oleh Ki Sarmidi Mangunsarkoro, dan dalam perkembangannya Perguruan Tamansiswa Cabang Jakarta mengalami kemajuan yang pesat hingga sekarang.

Pengabdian di Taman Siswa[sunting | sunting sumber]

Pada upacara Penutupan Kongres atau Rapat Besar Umum Tamansiswa yang pertama di Yogyakarta pada 13 Agustus 1930, Ki Sarmidi Mangunsarkoro bersama-sama Ki Sadikin, Ki S. Djojoprajitno, Ki Poeger, Ki Kadiroen dan Ki Safioedin Soerjopoetro atas nama Persatuan Tamansiswa seluruh Indonesia menandatangani Keterangan Penerimaan penyerahan "Piagam Persatuan Perjanjian Pendirian" dari tangan Ki Hadjar Dewantara, Ki Tjokrodirjo dan Ki Pronowidigdo untuk mewujudkan usaha pendidikan yang beralaskan hidup dan penghidupan bangsa dengan nama Tamansiswa yang didirikan pada 3 Juli 1922 di Yogyakarta.
Sebagai salah satu orang yang terpilih oleh Ki Hadjar Dewantara untuk memajukan, menggalakkan serta memodernisasikan Tamansiswa yang berdasarkan pada rasa cinta tanah air serta berjiwa nasional, Ki Sarmidi Mangunsarkoro mempunyai beberapa pemikiran demi terlaksananya cita-cita pendidikan Tamansiswa.
Selanjutnya pada tahun 1931 Ki Sarmidi Mangunsarkoro ditugasi untuk menyusun Rencana Pelajaran Baru dan pada tahun 1932 disahkan sebagai Daftar Pelajaran Mangunsarkoro. Atas dasar tugas tersebut maka pada tahun 1932 itu juga ia menulis buku Pengantar Guru Nasional. Buku tersebut mengalami cetak ulang pada tahun 1935.
Dalam ‘Daftar Pelajaran Mangunsarkoro’ yang mencerminkan cita-cita Tamansiswa dan Pengantar Guru Nasional itu di dalam arus pergerakan nasional di Indonesia khususnya di Asia pada umumnya, dapat disimpulkan pemikirannya mewakili salah satu aspek dari kebangunan nasionalisme yaitu "aspek kebudayaan", yang pada hakikatnya merupakan usaha menguji hukum-hukum kesusilaan dan mengajarkan berbagai pembaharuan disesuaikan dengan alam dan zaman. Dua aspek lainnya adalah "aspek sosial ekonomis" yaitu usaha meningkatkan derajat rakyat dengan menumbangkan cengkeraman ekonomi bangsa-bangsa Eropa Barat, sedangkan pada "aspek politik" yaitu usaha merebut kekuasaan politik dari tangan Pemerintah Kolonialisme Belanda.
Pada tahun 1947 Ki Sarmidi Mangunsarkoro diberi tugas oleh Ki Hadjar Dewantara untuk memimpin penelitian guna merumuskan dasar-dasar perjuangan Tamansiswa, dengan bertitik tolak dari Asas Tamansiswa 1922. Dalam Rapat Besar Umum Tamansiswa Tahun 1947 hasil kerja Panitia Mangunsarkoro bernama Pancadarma itu diterima dan menjadi Dasar Tamansiswa, yaitu: Kodrat Alam, Kemerdekaan, Kebudayaan, Kebangsaan, dan Kemanusiaan.

Perjuangan[sunting | sunting sumber]

Perjuangan Ki Sarmidi Mangunsarkoro dalam bidang pendidikan, di antaranya pada tahun 1930-1938 menjadi Anggota Pengurus Besar Kepanduan Bangsa Indonesia (KBI) dan penganjur gerakan Kepanduan Nasional yang bebas dari pengaruh kolonialisme Belanda. Selanjutnya pada tahun 1932-1940 ia menjabat sebagai Ketua Departemen Pendidikan dan Pengajaran Majelis Luhur Tamansiswa merangkap Pemimpin Umum Tamansiswa Jawa Barat. Pada tahun 1933 Ki Sarmidi Mangunsarkoro memegang Kepemimpinan Taman Dewasa Raya di Jakarta yang secara khusus membidangi bidang Pendidikan dan Pengajaran.
Ki Sarmidi Mangunsarkoro semakin dikenal di lingkungan pendidikan maupun di lingkungan politik melalui Partai Nasional Indonesia (PNI). Ki Sarmidi Mangunsarkoro pada tahun 1928 ikut tampil sebagai pembicara dalam Kongres Pemuda 28 Oktober 1928 menyampaikan pidato tentang Pendidikan Nasional, yang mengemukakan bahwa anak harus mendapat pendidikan kebangsaan dan dididik secara demokratis, serta perlunya keseimbangan antara pendidikan di sekolah dan di rumah.
Ki Sarmidi Mangunsarkoro pernah terpilih menjadi Ketua PNI Pertama sebagai hasil Kongres Serikat Rakyat Indonesia (SERINDO) di Kediri dan menentang politik kompromi dengan Belanda (Perjanjian Linggarjati dan Renvile). Sewaktu terjadi agresi Belanda II di Yogyakarta, Ki Sarmidi Mangunsarkoro pernah ditahan IVG dan dipenjara di Wirogunan.

Menteri Pendidikan[sunting | sunting sumber]

Pada waktu Kabinet Hatta II berkuasa pada Agustus 1949 sampai dengan Januari 1950, Ki Sarmidi Mangunsarkoro mendapat kepercayaan menjadi Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan (PP dan K) RI. Sewaktu menjabat Menteri PP dan K, ia mendirikan dan meresmikan berdirinya Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI) di Yogyakarta, mendirikan Konservatori Karawitan di Surakarta, dan ikut membidani lahirnya Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta.
Kepercayaan Pemerintah terhadap reputasi dan dedikasinya kepada Negara, membawa Ki Sarmidi Mangunsarkoro kembali dipercaya menjadi Menteri PP dan K RI pada masa Kabinet Halim sejak Januari 1950 sampai September 1950, dan ia berhasil menyusun dan memperjuangkan di parlemen Undang Undang No 4/1950 tentang Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah untuk seluruh Indonesia. UU No 4/1950 itu disahkan dan sekaligus menjadi Undang Undang Pendidikan Nasional pertama.

Kehidupan Pribadi[sunting | sunting sumber]

Pribadi Ki Sarmidi Mangunsarkoro yang tetap sederhana, berpikiran dan berwawasan kebangsaan dan rasa nasional yang tebal tercermin dalam penampilannya sehari-hari yang selalu memakai peci agak bulat, kumis tebal, kemeja Schiller putih serta bersarung Samarinda serta memakai sandal. Penampilan yang sangat sederhana, ia terapkan juga pada waktu menjadi Menteri PP dan K, yaitu tidak mau bertempat tinggal di rumah dinas menteri. Apabila menghadiri acara jamuan kepresidenan, di jalan raya maupun pergi ke Jakarta yang selalu tidak ketinggalan memakai sarung dan peci.
Ki Sarmidi Mangunsarkoro wafat 8 Juni 1957 di Jakarta, dimakamkan di makam Keluarga Besar Tamansiswa Taman Wijaya Brata, Celeban, Yogyakarta. Atas jasa-jasanya, Alm Ki Sarmidi Mangunsarkoro menerima tanda jasa Bintang Mahaputra Adipradana dari Pemerintah, dan juga penghargaan dari Tamansiswa dan rakyat.

Karya-Karya[sunting | sunting sumber]

Di sepanjang hidupnya, Ki Sarmidi Mangunsarkoro menulis beberapa buku-buku mengenai pendidikan nasional, kebudayaan dan juga politik. Hal ini seiring dengan perhatian ia yang begitu besar pada ketiga bidang tersebut. Buku-buku tulisan ia antara lain :
  1. Pendidikan Nasional (Keluarga, Jogjakarta, 1948)
  2. Masjarakat Sosialis (Pelopor, Jogjakarta, 1951)
  3. Dasar-Dasar Pendidikan Nasional (Pertjetakan Keluarga, 1951)
  4. Kebudajaan Rakjat (Usaha Penerbitan Indonesia, 1951)
  5. Dasar Sosiologi dan Kebudajaan untuk Pendidikan Indonesia Merdeka(Prapancha, Jogjakara, 1952)
  6. Ilmu Kemasjarakatan (Prapancha, 1952)
  7. SosialismeMarhaenisme dan Komunisme (Wasiat Nasional, Jogja, 1955)
  8. Inti Marhaenisme (Wasiat Nasional, Jogja, 1954)
  9. Guru Tak Berkarakter ratjun Masjarakat : Sumbangan dari Kementerian Penerangan RI oentoek guru Nasional yang Membentuk Djiwa Nasional (ditulis bersama dg Asaat gelar Datuk Mudo, Kementerian Penerangan RI, kata Pengantar 1950)
  10. Dasar Sosisologi dan Kebudajaan untuk Rakjat Indonesia (Prapancha, 1952)

sumber
https://id.wikipedia.org/wiki/Ki_Sarmidi_Mangunsarkoro

Kusumah Atmaja

Prof. Dr. Mr. Kusumah Atmaja (EREYDKusumah Atmajanama lahirRaden Soelaiman Effendi Koesoemah Atmadja) (lahir di PurwakartaTatar Pasundan8 September 1898 – meninggal di JakartaTaman Makam Pahlawan Kalibata11 Agustus 1952 pada umur 53 tahun) adalah salah satu pahlawan Indonesia dan Ketua Mahkamah Agung Indonesia pertama. [1]

Perjalanan[sunting | sunting sumber]

Masa muda[sunting | sunting sumber]

Dilahirkan di PurwakartaJawa Barat pada tanggal 8 September 1898 dalam sebuah keluarga terpandang sebagai Raden Soelaiman Effendi Koesoemah Atmadja. Kusumah Atmadja pun dapat mengenyam pendidikan yang layak. Ia memperoleh gelar diploma dari Rechtshcool atau Sekolah Kehakiman pada 1913.
Kusumah Atmadja mengawali kariernya sebagai pegawai pengadilan pada 1919. Ia diangkat sebagai pegawai yang diperbantukan pada Pengadilan di Bogor. Tahun itu juga, ia mendapat beasiswa untuk melanjutkan pendidikan hukumnya di Universitas LeidenBelanda.
Pada 1922, Kusumah Atmadja menyelesaikan studinya. Gelar Doctor in de recht geleerheid pun diperoleh dengan disertasi yang berjudul De Mohamedaansche Vrome Stichtingen in Indie (Lembaga Ulama Islam di Hindia Belanda). Dalam disertasinya itu, Kusumah Atmadja menguraikan Hukum Wakaf di Hindia Belanda.

Penegak hukum[sunting | sunting sumber]

Pulang ke Hindia Belanda, Kusumah Atmadja langsung ditawari menjadi hakim di Raad Van Justitie (setingkat Pengadilan TinggiBatavia. Setahun berkiprah di sana, Kusumah Atmadja langsung diangkat menjadi Voor Zitter Landraad (Ketua Pengadilan Negeri) di Indramayu.
Kiprahnya sebagai hakim pun semakin malang melintang di era Pemerintahan Hindia Belanda. Ia pernah tercatat sebagai Hakim Pengadilan Tinggi Padang, Ketua PN Semarang, dan Hakim PT Semarang.
Kariernya tak berhenti sampai di situ. Bahkan ketika pemerintahan berganti dari Hindia Belanda ke penjajahan Jepang, Kusumah Atmadja tetap eksis sebagai pejabat pengadilan. Pada 1942, ia menjabat sebagai Ketua Tihoo Hooin (Pengadilan Negeri) di Semarang. Selain itu, ia juga diangkat sebagai Pemimpin Kehakiman Jawa Tengah pada 1944.

Persiapan kemerdekaan[sunting | sunting sumber]

Kusumah Atmaja menjadi anggota Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia atau BPUPKI pada tanggal 29 April 1945. Badan ini dibentuk sebagai upaya mendapatkan dukungan bangsa Indonesia dengan janji Jepang akan membantu proses kemerdekaan Indonesia.

Seputar kemerdekaan[sunting | sunting sumber]

Setelah kemerdekaan, tepatnya tanggal 19 Agustus 1945, Presiden Soekarno melantik/mengangkat Kusumah Atmadja sebagai Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia yang pertama. Antara tahun 1946 sampai dengan 1950 Mahkamah Agung pindah ke Yogyakarta sebagai ibukota Republik Indonesia, Kusumah Atmadja tetap menjadi Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia.[4][5].
Pada tanggal 1 Januari 1950 Mahkamah Agung kembali ke Jakarta dan Kusumah Atmadja kembali diangkat menjadi ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia hingga ia meninggal tahun 1952.[4]
Kusumah Atmaja pernah diminta oleh Belanda untuk memimpin Negara boneka bentukan Belanda Negara Pasundan pada tahun 1947. Tapi ia menolaknya. [6] [note 3] Jabatan lain yang pernah disandang ia adalah Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada dan Guru Besar Sekolah Tinggi Kepolisian.

Catatan[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Pada 1946, terjadi usaha penculikan Perdana Menteri Sjahrir oleh sekelompok tentara yang dipimpin oleh Mayjen Sudarsono. Kelompok yang berencana melakukan kudeta ini adalah orang-orang dekat Presiden Soekarno, salah satunya adalah Muhammad Yamin. Tujuan penculikan agar negara Indonesia kembali ke sistem presidensiil.
    Usaha penculikan itu gagal. Para pelakunya pun diadili di sidang Mahkamah Agung Tentara. Tersiar kabar Sukarno meminta agar MA agar bertindak lebih lembut. Kusumah Atmadja pun berang. Ia mengancam akan mengundurkan diri dari Ketua MA kecuali Sukarno mundur dari kasus tersebut. Ia pun menegaskan salah satu wujud independensi kekuasan kehakiman adalah bebas dari intervensi eksekutif.[1]
  2. ^ SK Presiden RI no.124/1965
  3. ^ Tak hanya dari dalam negeri, Kusumah Atmadja juga harus menghadapi tantangan dari luar. Setelah menyerahnya Jepang, Belanda kembali berusaha menancapkan kakinya di bumi pertiwi. Lembaga Yudikatif pun terbelah. Sebastian Pompe dalam disertasinya yang bertajuk The Indonesian Supreme Court: A Study of Institutional Collapse menyatakan kala itu banyak hakim senior asal pribumi yang menyebrang ke kubu Belanda.
    Pada 1948, dari 23 hakim senior, hanya sembilan hakim yang tetap di Republik. Salah satunya adalah Kusumah Atmadja. Padahal, Guru Besar dari Universitas Gajah Mada ini juga sempat ditawari oleh Belanda untuk menjadi Wali Negara Pasundan. Namun, tawaran itu ditolak mentah-mentah karena loyalitasnya kepada republik.
    Meski begitu, beberapa golongan pemuda sempat mencurigai Kusumah Atmadja berada di pihak penjajah Belanda. Kecurigaan itu akhirnya sirna.[1]
sumber
https://id.wikipedia.org/wiki/Kusumah_Atmaja

Apakah Bisa Sound Mobil di Jadikan Sound System Rumah

Apakah Bisa Sound System Mobil Dipasang di Rumah - Kalau bahasa English mungkin maksudnya seperti ini; will be the audio mobile set at home? Ya, kurang lebih seperti ini yang bisa saya maknai. Jawabannya adalah bisa saja. Lalu bagaimana cara setting sound system mobil di dalam rumah anda? Dengan kata lain adalah merubah sound system mobil menjadi sound system rumah.

Kadang ada rasa penasaran anda melihat atau mendengarkan audio pada mobil milik teman anda dan anda ingin meniru fasilitas milik teman anda tersebut pada mobil anda. Haha, bisa jadi kita belum mampu untuk membeli mobil namun ketertarikan ini membuat kita ingin berimpropisasi dan bereksprimen dengan audio mobile pada home theater (rumah) anda. Anggaplah merek atau tipe telah anda setujui namun ada kebingungan untuk menginstalasi atau mengaktifkan peralatan ini pada rumah kita.
Mau tahu caranya? Rahasianya terletak dimana ya? Mari kita simak pada ulasan di bawah ini.

Peralatan Car Audio System yang Dibutuhkan untuk Home Theater

Ada banyak cara untuk melengkapi kebutuhan ini dalam rangka merubah sound mobil menjadi sound rumahan atau home theater mini anda.
Peralatan mobil sound system untuk rumahan ini terdiri dari;
  1. Player Audio (Tape/ DVD Player)
  2. Power Amplifier System (PA System)
  3. Speaker System, terdiri dari Sub Woofer, Middle, dan High
  4. Catu Daya Listrik (Power Supply System)
  5. Tambahan dan aksesoris lainnya

Dari kategori peralatan di atas mari kita bahas di bawah ini

1. Peralatan Player Audio Source System

Pilihan untuk pemutar musik ini tergantung selera anda. Anda bisa menggantikan posisi DVD (CD) Player Car Mobile dengan perangkat untuk rumahan yang lain, misalkan komputer dan lainnya. Namun bila anda tetap menginginkan menggunakan Player (Tape Player) yang terdapat di dalam mobil maka kondisi ini bisa anda terapkan di rumah anda. Cuma anda harus membuat semacam rack yang mirip dengan kondisi dashboard di dalam mobil agar nampak atau seolah anda berada dalam mobil. Sekali lagi ini tergantung bagaimana anda mendisainnya. Kabel-kabel harus dalam keadaan rapi atau tidak terlihat semrawut. Bagaimana pilihan anda untuk kondisi ini.

2. Peralatan Power Amplifier System

Mungkin anda sedikit asing dengan penggunaan peralatan ini apakah bisa diterapkan di rumah. Simak pada penomoran 4 di bawah ini. PA system untuk audio mobil memerlukan catu daya dari batere yang terdapat di mobil atau mendapat asupan listrik dari generator listrik pada mobil saat mesin menyala. Pada Power Ampli mobil biasanya memiliki daya output suara yang cukup besar, misalkan 2000W PMPO. Di dalam body PA terdapat beberapa setelan berupa level volume dan beberapa saklar. Untuk distribusi 'output suara' biasanya berupa terminal out untuk speker yang menggunakan baut. Untuk input biasanya menggunakan Jack RCA.

3. Peralatan Speaker System dan Box Speaker

Ada berbagai macam merek yang menawarkan kualitas terbaik bagi speaker audio. Speaker ini terdiri dari nada rendah (LOW), nada menengah dan juga Tweeter Horn Speaker. Anda bisa merancangnya stereo menjadi satu box pada tiap kanal, artinya 2 buah box terdiri dari kiri dan kanan. Desainnya tergantung keinginan anda. Di beberapa tempat ada yang menjual box speaker dengan berbagai bentuk dan ukuran. Syukur-syukur bila anda bisa membuat sendiri. Speaker untuk Low (sub woffer) bisa menggunakan diameter 12 inchi atau 15 inchi.

Ada beberapa distribusi sinyal input untuk speker ini yang berasal dari Power, yaitu ;
  • 1 Box kanal speker pada bagian (L) menerima asupan suara dari satu power di saluran Out (L) pada Power Ampli, box kanal terdiri dari low, mid dan high
  • 1 box kanal speker bagian (R) terhubung dari power Ampli di Out (R), box kanal terdiri dari low, mid dan high

Ada cara lain dalam menyalurkan output SP pada Power Ampli ke speaker yaitu dengan hanya membunyikan wofer saja sementara nada middle dan tweeter langsung terhubung ke Out SP pada Player Audio (Tape Mobil), dengan kata lain Power Amplifier hanya untuk membunyikan SUB Woffer saja.

4. Catu Daya Listrik untuk Audio Mobil

Inilah yang membuat sistim audio ini berfungsi dalam operasional di rumah anda. Untuk menggerakkan atau menghidupkan Car Audio system di dalam rumah maka memerlukan penurun tegangan listrik rumah anda menjadi tegangan 12 Volt DC. Daya listrik yang dikeluarkan Adaptor ini (Power Supplai) harus memiliki kapasitas dengan kisaran 20 - 30 Ampere agar suara kencang yang terdengar tidak terjadi drop. Adaptor Power Supply ini banyak dijual di pasaran.

4.1 Instalasi pengkabelan :

Hubungkan kutub Positif berwarna merah di power supply ke bagian positif car audio anda, hitam (negatif) ke kabel hitam di peralatan audio anda. Perlu diperhatikan adalah tegangan harus dalam voltage 12 Volt dan jangan menghidupkan catu daya listrik sebelum kabel terinstalasi dengan benar.
Coba juga lihat artikel berikut tentang instalasi sound system mobil.

5. Kabel Audio dan Kabel Speaker lainnya

Kabel audio ini terdiri dari penghubung antara Power Amplifier ke Speaker (kabel Speaker) dan kabel audio penghubung antara perangkat Player (Tape Mobil) menuju ke Power Amplifier (kabel sinyal audio). Kabel sinyal audio merupakan kabel untuk menghubungkan Line Output dari Player ke input power Ampli, biasanya menggunakan Jack RCA. kabel penghubung antara Power ke Loudspeaker menggunakan kabel khusus speaker berwarna transparan, mirip kabel listrik biasa. Usahakan jarak antara power ke speaker ini tidak panjang.

6. Peralatan Aksesoris Tambahan (bisa include dalam peralatan sound Anda)

Aksesoris tambahan ini meliputi
  • EQ (Equalizer)
  • Audio Mixer (bila suka)
  • Microphone
    ➣ Mic kabel
    ➣ Mic Wireless
  • dll

Untuk memfungsikan peralatan ini maka diperlukan pengetahuan khusus agar bisa diterapkan.
Sound System Mobil

Kesimpulan
Setelah anda membaca artikel ini maka dapat disimpulkan bahwa anda dapat menjadikan "car mobil" menjadi home teater di rumah, namun kita harus mendalami petunjuk penggunaan yang terdapat dalam setiap peralatan elektronik sebelum diaktifkan.

Hubungi teman yang lebih memahami cara setting Sound System Mobil dipasang di rumah dan cara mengkoneksikan perangkat ini di daerah anda berada.

sumber 
http://tehnik-dasar-soundsystem.blogspot.co.id/2015/05/apakah-bisa-sound-system-mobil-dipasang.html

Mangkunegara I

Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegara I (nama lahir Raden Mas Said, lahir di Kartasura7 April 1725 – meninggal di Surakarta23 Desember 1795 pada umur 70 tahun) adalah pendiri Praja Mangkunegaran, sebuah kadipaten agung di Jawa bagian tengah selatan, dan Pahlawan Nasional Indonesia. Ayahnya bernama Pangeran Arya Mangkunegara dari Kartasura dan ibunya bernama R.A. Wulan[butuh rujukan].
Julukan Pangeran Sambernyawa diberikan oleh Nicolaas Hartingh, perwakilan VOC[butuh rujukan], karena di dalam peperangan R.M. Said selalu membawa kematian bagi musuh-musuhnya.

Riwayat[sunting | sunting sumber]

R.M. Said lahir di Kartasura dengan ayah K.P.A. Mangkunegara, putra tertua Sunan Amangkurat IV (Pakubuwana I), penguasa Kesunanan Mataram-Kartasura. Dengan demikian, ia memiliki hak kedua setelah ayahnya sebagai pewaris takhta. Namun demikian, KPA. Mangkunegara secara politik terang-terangan anti-VOC, sikap yang sama dengan adiknya, KPA Mangkubumi, dan BRM. Said sendiri. Sikap politik ini membuat KPA Mangkunegara dibuang ke Sailan (Srilanka) oleh VOC, setelah intrik di antara keluarga sendiri.
Perjuangan R.M. Said dimulai bersamaan dengan pemberontakan laskar Tionghoa di Kartosuro pada 30 Juni 1742 yang dipimpin oleh Raden Mas Garendi (juga disebut "Sunan Kuning"), mengakibatkan tembok benteng kraton Kartasura setinggi 4 meter roboh. Pakubuwono II, Raja Mataram ketika itu melarikan diri ke Ponorogo. ketika itu RM Said berumur 19 tahun. Dia bergabung bersama-sama untuk menuntut keadilan dan kebenaran atas harkat dan martabat orang orang Tionghoa dan rakyat Mataram, yang ketika itu tertindas oleh Kumpeni Belanda (VOC) dan Rajanya sendiri Pakubuwono II.Geger pecinan ini berawal dari pemberontakan orang-orang Cina terhadap VOC di Batavia. Kemudian mereka menggempur Kartasura,yang dianggap sebagai kerajaan boneka dari Belanda. Sejak Pasukan Cina mengepung kartasura pada awal 1741, para bangsawan mulai meninggalkan Kraton Kartasura. RM Said membangun pertahanan di Randulawang, sebelah utara Surakarta, Ia bergabung dengan laskar Sunan Kuning melawan VOC. Said diangkat sebagai panglima perang bergelar Pangeran Perang Wedana Pamot Besur. Ia menikah dengan Raden Ayu Kusuma Patahati. Adapun Pangeran Mangkubumi justru lari ke Semarang, menemui penguasa Belanda dan meminta dirinya dirajakan. VOC menolak permintaan itu. Ia kemudian bergabung dengan Puger di Sukowati. Berkat bantuan Belanda, pasukan Cina diusir dari Istana Kartasura, enam bulan kemudian, Paku Buwono II kembali ke Kartasura mendapatkan istananya rusak. Ia memindahkan Istana Mataram ke Solo (Surakarta). Kebijakan raja meminta bantuan asing itu, ternyata harus dibayar mahal. Wilayah pantai utara mulai Rembang, Jawa Tengah, hingga Pasuruan, Surabaya dan Madura di Jawa Timur harus diserahkan kepada VOC. Setiap pengangkatan pejabat tinggi Keraton wajib mendapat persetujuan dari VOC. Posisi raja tak lebih dari Leenman, atau “Peminjam kekuasaan Belanda”. Pangeran Mangkubumi, akhirnya kembali ke Keraton.
Pangeran Mangkubumi lalu bergabung dengan Mangkunegoro, yang bergerilya melawan Belanda di pedalaman Yogyakarta, Mangkunegara dalam usia 22 tahun, dinikahkan untuk kedua kalinya dengan Raden Ayu Inten, Puteri Mangkubumi. Sejak saat itulah RM Said memakai gelar Pangeran Adipati Mangkunegara Senopati Panoto Baris Lelono Adikareng Noto. Nama Mangkunegara diambil dari nama ayahnya, Pangeran Arya Mangkunegara Kartasura, yang dibuang Belanda ke Sri Langka. Ketika RM Said masih berusia dua tahun, Arya Mangkunegara ditangkap karena melawan kekuasaan Amangkurat IV (Paku Buwono I) yang dilindungi VOC dan akibat fitnah keji dari Patih danureja. Mungkin karena itulah, Said berjuang mati-matian melawan Belanda. Melawan Mataram dan Belanda secara bergerilya, Mangkunegara harus berpindah-pindah tempat. Ketika berada di pedalaman Yogyakarta ia mendengar kabar bahwa Paku Buwono II wafat. Ia menemui Mangkubumi, dan meminta mertuanya itu bersedia diangkat menjadi raja Mataram. Mangkubumi naik tahta di Mataram Yogyakarta dengan gelar Kanjeng Susuhunan Pakubuwono Senopati Ngaloka Abdurrahman Sayidin Panotogomo. Penobatan ini terjadi pada “tahun Alip” 1675 (Jawa) atau 1749 Masehi. Mangkunegoro diangkat sebagai Patih –perdana menteri– sekaligus panglima perang dan istrinya, Raden Ayu Inten, diganti namanya menjadi Kanjeng Ratu Bandoro. Dalam upacara penobatan itu, Mangkunegara berdiri di samping Mangkubumi. Dengan suara lantang ia berseru, “Wahai kalian para Bupati dan Prajurit, sekarang aku hendak mengangkat Ayah Pangeran Mangkubumi menjadi raja Yogya Mataram. Siapa dia antara kalian menentang, akulah yang akan menghadapi di medan perang” meski demikian, pemerintahan Mataram Yogyakarta berpusat di Kotagede itu tidak diakui Belanda. Setelah selama sembilan tahun berjuang bersama melawan kekuasaan Mataram dan VOC, Mangkubumi dan Mangkunegara berselisih paham, pangkal konflik bermula dari wakatnya Paku Buwono II. Raja menyerahkan tahta Mataram kepada Belanda. Pangeran Adipati Anom, putera Mahkota Paku Buwono II, dinobatkan sebagai raja Mataram oleh Belanda, dengan gelar Paku buwuno III, pada akhir 1749.
RM Said berperang sepanjang 16 tahun melawan kekuasaan Mataram dan Belanda. Selama tahun 1741-1742, ia memimpin laskar Tionghoa melawan Belanda. Kemudian bergabung dengan Pangeran Mangkubumi selama sembilan tahun melawan Mataram dan Belanda, 1743-1752. Perjanjian Giyanti pada 13 Februari 1755, sebagai hasil rekayasa Belanda berhasil membelah bumi Mataram menjadi dua, Surakarta dan Yogyakarta, merupakan perjanjian yang sangat ditentang oleh RM Said karena bersifat memecah belah rakyat Mataram.
Selanjutnya, ia berjuang sendirian memimpin pasukan melawan dua kerajaan Pakubuwono III & Hamengkubuwono I (yaitu P. Mangkubumi, pamannya sekaligus mertuanya yang dianggapnya berkhianat dan dirajakan oleh VOC), serta pasukan Kumpeni (VOC), pada tahun 1752-1757. Selama kurun waktu 16 tahun, pasukan Mangkoenagoro melakukan pertempuran sebanyak 250 kali.
Dalam membina kesatuan bala tentaranya, Said memiliki motto tiji tibèh, yang merupakan kependekan dari mati siji, mati kabèh; mukti siji, mukti kabèh (gugur satu, gugur semua; sejahtera satu, sejahtera semua). Dengan motto ini, rasa kebersamaan pasukannya terjaga.
Tiga pertempuran dahsyat terjadi pada periode 1752-1757.Ia dikenal sebagai panglima perang yang berhasil membina pasukan yang militan. Dari sinilah ia dijuluki “Pangeran Sambernyawa”, karena dianggap oleh musuh-musuhnya sebagai penyebar maut. Kehebatan Mangkunegoro dalam strategi perang bukan hanya dipuji pengikutnya melainkan juga disegani lawannya. Tak kurang dari Gubernur Direktur Jawa, Baron van Hohendorff, yang berkuasa ketika itu, memuji kehebatan Mangkunegoro. “Pangeran yang satu ini sudah sejak mudanya terbiasa dengan perang dan menghadapi kesulitan. Sehingga tidak mau bergabung dengan Belanda dan keterampilan perangnya diperoleh selama pengembaraan di daerah pedalaman.
Yang pertama, pasukan Said bertempur melawan pasukan Mangkubumi (Sultan Hamengkubuwono I) di desa Kasatriyan, barat daya kota PonorogoJawa Timur. Perang itu terjadi pada hari Jumat Kliwon, tanggal 16 Syawal “tahun Je” 1678 (Jawa) atau 1752 Masehi. Desa Kasatriyan merupakan benteng pertahanan Said setelah berhasil menguasai daerah MadiunMagetan, dan Ponorogo.
Yang kedua, Mangkoenagoro bertempur melawan dua detasemen VOC dengan komandan Kapten Van der Pol dan Kapten Beiman di sebelah selatan negeri Rembang, tepatnya di hutan Sitakepyak Sultan mengirim pasukan dalam jumlah besar untuk menghancurkan pertahanan Mangkunegoro. Besarnya pasukan Sultan itu dilukiskan Mangkunegoro “bagaikan semut yang berjalan beriringan tiada putus”. Kendati jumlah pasukan Mangkunegoro itu kecil, ia dapat memukul mundur musuhnya. Ia mengklaim cuma kehilangan 3 prajurit tewas dan 29 menderita luka. Di pihak lawan sekitar 600 prajurit tewas. Perang besar yang kedua pecah di hutan Sitakepyak, sebelah selatan Rembang, yang berbatasan dengan Blora, Jawa Tengah (Senin Pahing, 17 Sura, tahun Wawu 1681 J / 1756 M).Pada pertempuran ini, Mangkunegoro berhasil menebas kepala kapten Van der Pol dengan tangan kirinya dan diserahkan kepada salah satu istrinya sebagai hadiah perkawinan.
Yang ketiga, penyerbuan benteng Vredeburg Belanda dan keraton Yogya-Mataram (Kamis 3 Sapar, tahun Jumakir 1682 J / 1757 M).Peristiwa itu dipicu oleh kekalutan tentara VOC yang mengejar Mangkunegara sambil membakar dan menjarah harta benda penduduk desa. Mangkunegoro murka. Ia balik menyerang pasukan VOC dan Mataram. Setelah memancung kepala Patih Mataram, Joyosudirgo, secara diam-diam Mangkunegara membawa pasukan mendekat ke Keraton Yogyakarta. Benteng VOC, yang letaknya cuma beberapa puluh meter dari Keraton Yogyakarta, diserang. Lima tentara VOC tewas, ratusan lainnya melarikan diri ke Keraton Yogyakarta. Selanjutnya pasukan Mangkunegoro menyerang Keraton Yogyakarta. Pertempuran ini berlangsung sehari penuh Mangkunegoro baru menarik mundur pasukannya menjelang malam. Serbuan Mangkunegoro ke Keraton Yogyakarta mengundang amarah Sultan Hamengku Buwono I. Ia menawarkan hadiah 500 real, serta kedudukan sebagai bupati kepada siapa saja yang dapat menangkap Mangkunegara. Sultan gagal menangkap Mangkunegoro yang masih keponakan dan juga menantunya itu. VOC, yang tidak berhasil membujuk Mangkunegoro ke meja perundingan, menjanjikan hadiah 1.000 real bagi semua yang dapat membunuh Mangkunegoro.

Perjanjian Salatiga[sunting | sunting sumber]

Tak seorang pun yang berhasil menjamah Mangkunegara. Melihat kenyataan tersebut, Nicholas Hartingh, pemimpin VOC di Semarang, mendesak Sunan Paku Buwono III meminta Mangkunegara ke meja perdamaian. Sunan mengirim utusan menemui Mangkunegoro, yang juga saudara sepupunya. Mangkunegara menyatakan bersedia berunding dengan Sunan, dengan syarat tanpa melibatkan VOC. Singkatnya, Mangkunegara menemui Sunan di Keraton Surakarta dengan dikawal 120 prajuritnya. Sunan memberikan dana bantuan logistik sebesar 500 real untuk prajurit Mangkunegara.Akhirnya, terjadilah perdamaian dengan Sunan Pakubuwana III yang diformalkan dalam Perjanjian Salatiga17 Maret 1757. Pertemuan berlangsung di Desa Jemblung, Wonogiri. Sunan memohon kepadanya agar mau membimbingnya. Sunan menjemput Mangkunegara di Desa Tunggon, sebelah timur Bengawan Solo. Untuk menetapkan wilayah kekuasaan Said, dalam perjanjian yang hanya melibatkan Sunan Paku Buwono III, dan saksi utusan Sultan Hamengku Buwono I dan VOC ini, disepakati bahwa Said diangkat sebagai Adipati Miji alias mandiri. Walaupun hanya sebagai adipati, kedudukan hukum mengenai Mangkunegara I (nama kebesarannya), tidaklah sama dengan Sunan yang disebut sebagai Leenman sebagai penggaduh, peminjam kekuasaan dari Kumpeni, melainkan secara sadar sejak dini ia menyadari sebagai "raja kecil", bahkan tingkah lakunyapun menyiratkan bahwa "dia adalah raja di Jawa Tengah yang ke-3". demikian kenyataannya Kumpeni pun memperlakukannya sebagai raja ke III di Jawa Tengah, selain Raja I Sunan dan Raja II Sultan.
Ia memerintah di wilayah KedaungMatesihHonggobayanSembuyanGunung KidulPajang sebelah utara dan Kedu. Akhirnya, Mangkunegara mendirikan istana di pinggir Kali Pepe pada tanggal 4 Jimakir 1683 (Jawa), atau 1756 Masehi. Tempat itulah yang hingga sekarang dikenal sebagai Istana Mangkunegaran. Mangkunegara I tercatat sebagai raja Jawa yang pertama melibatkan wanita di dalam angkatan perang. Selama menjalankan pemerintahannya, ia menerapkan prinsip Tridarma.

Pasukan Wanita Laskar Mangkunegara[sunting | sunting sumber]

Sebanyak 144 di antara prajuritnya adalah wanita, terdiri dari satu peleton prajurit bersenjata karabijn (senapan ringan), satu peleton bersenjata penuh, dan satu peleton kavaleri (pasukan berkuda). Mangkunegoro tercatat sebagai raja Jawa yang pertama melibatkan wanita di dalam angkatan perang. Prajurit wanita itu bahkan sudah diikutkan dalam pertempuran, ketika ia memberontak melawan Sunan, Sultan dan VOC. Selama 16 tahun berperang, Mangkunegara mengajari wanita desa mengangkat senjata dan menunggang kuda di medan perang. Ia menugaskan sekretaris wanita mencatat kejadian di peperangan.

Tarian Ciptaan Mangkunegoro[sunting | sunting sumber]

Tarian sakral yang telah diciptakan oleh RM.Said (KGPAA Mangkoenagoro I), yaitu :
  1. Bedhaya Mataram-Senapaten Anglirmendung (7 penari wanita, pesinden, dan penabuh wanita), sebagai peringatan perjuangan perang Kesatrian Ponorogo.
  2. Bedhaya Mataram-Senapaten Diradameta (7 penari pria, pesinden, dan penabuh pria), sebagai monumen perjuangan perang di Hutan Sitakepyak.
  3. Bedhaya Mataram-Senapaten Sukapratama (7 penari pria, pesinden, dan penabuh pria), monumen perjuangan perang bedah benteng Vredeburg, Yogyakarta.

Gelar Pahlawan Nasional[sunting | sunting sumber]

Pada 1983, pemerintah mengangkat Mangkunegara I sebagai pahlawan nasional, karena jasa-jasa kepahlawanannya.Mendapat penghargaan Bintang Mahaputra. Mangkunegara I memerintah wilayah Kadaung, Matesih, Honggobayan, Sembuyan, Gunung Kidul, Pajang sebelah utara dan Kedu. Ia bertahta selama 40 tahun, dan wafat pada 28 Desember 1795

Putra Mahkota[sunting | sunting sumber]

Tradisi Mataram dengan Putra Mahkota bergelar "Mangkunegara" dimulai oleh putra sulung Paku Buwono I yaitu RM.suro kemudian menjadi RM. |Suryokusumo dan sebagai putra mahkota menjadi Kanjeng Pangeran Adipati Arya Mangkunegara 'Kartasura".
Ketika putra mahkota sudah menjadi raja Mataram, nama dan gelar seperti RM.Suro, RM. Suryokusumo dan Mangkunegara dikenakan pada putra sulungnya juga sehingga Pangeran Mangkunegara yang dibuang ke Ceylon ini adalah putra mahkota kerajaan Mataram.
Ketika penggeseran kedudukan putra mahkota dilakukan oleh kelompok RM.suryadi (kelak menjadi Paku Buwono II), kedudukan Pangeran Mangkunegara tidak dilepas tetapi kata "arya" diganti menjadi "Anom" yang artinya muda.Penggantian ini sekaligus menggeser kedudukan putra mahkota yang harus bersyarat "Arya" yaitu keprajuritan menjadi non keprajuritan alias awam soal kemiliteran. Mangkunegara pun diubah menjadi Hamengkunegara.
Penggeseran kedudukan putra mahkota tidak menghilangkan jabatan di kerajaan karena di Mataram Pangeran Mangkunegara tetap menjabat sebagai penasihat kerajaan. Keberadaan Mangkunegara sebagai penasihat ini pun oleh kelompok lawan lawan poltiknya masih diupayakan untuk menjegal dan lebih jauh melenyapkan karena sebagai waris sah yang tergeser bisa diprediksikan diwaktu waktu mendatang bakal menjadi bom waktu yang siap meledak.
Keberhasilan lawan lawan Mangkunegara dalam menyingkirkan putra mahkota sah ini selanjutnya akan dibayar mahal oleh Mataram yang begitu saja rela menyerahkan tampuk pemerintahan pada raja yang lemah dan peragu. Hohendorf sendiri sebagai kepala garbnisun di Surakarta pernah menyampaikan kepada Sunan (PB II) bahwa Mataram selama dalam pemerintahannya tidak pernah stabil dan terus digoyang oleh ketidak stabilan kerajaan.
Pada satu sisi pernyataan kepala garnisun belanda itu juga kontroversial berhubung dia sendiri sebagai seorang militer Belanda melihat sesuatu yang stabil adalah kejelekan yang tidak menguntungkan kantong pribadinya.
Dari peristiwa penggeseran putra mahkota Mataram ini, sekilas sudah dapat dicatat adanya satu kelompok yang akan bertahan sampai pada batas limit perjuangan.
Target Mataram yang utuh dan tidak terbagi gagal dipertahankan tetapi Mataram yang muda dan utuh berhasil diperjuangkan karena kemudian menjelma menjadi Mangkunegaran (mengikuti nama putra mahkota Mataram; Mangkunegara). Mataram yang muda berada berada ditangan raja sedang mataram yang muda berada ditangan putra mahkota.
Mataram yang yang tua akhirnya menerima nasib dibagi menjadi dua yang sama saja menamatkan keberadaannya sedang mataram yang muda bertahan dan menjelma menjadi Mangkunegaran.
Dalam percaturan politik Jawa mau tidak mau dua keraton lain dan belanda harus menerima Mangkunegaran sebagai neraca keseimbangan poltik. Meski posisi diatas kertas kedudukan Mangkunegaran di posisikan sebagai yang di bawah kerajaan karena status kadipaten (sesuai wilayah putra mahkota kerajaan) akan tetapi defacto politik tidak hanya show dan pamer kemegahan semata.Politik dan kekuasaan adalah perwahyuan yang harus dijaga sekaligus kecerdasan dan skill dalam permainan. Barang siapa tidak mampu dalam permainan itu sejarah tetap akan mencatat prestasi masing masing kerajaan.
sumber
https://id.wikipedia.org/wiki/Mangkunegara_I

Police Story

Perampokan Bank S uatu pagi yang cerah dengan titik matahari yang sangat indah di ufuk timur bandung ini, terdengar suara yang mengg...